
Fenomena di atas akan kian nyata
bila mencermati berbagai sarana untuk mendapatkan sumber ekonomi yang tak lagi
memperhatikan norma-norma syariat, halal ataupun haram. Praktik riba merajalela,
Persaingan usaha pun makin tak sehat, kasus-kasus pencurian, perampokan, hingga
korupsi tak kalah banyaknya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا
مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِيْنٌ
وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا. إِنَّ
الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِيْنِ
Dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan (Al-Isra`: 26-29)
Harta merupakan salah satu nikmat Allah Subhanahu wa
Ta'ala yang dikaruniakan kepada umat manusia. Keindahannya demikian mempesona.
Pernak-perniknya pun teramat menggoda. Ini mengingatkan kita akan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Al-Jannah).” (Ali ‘Imran: 14)
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Al-Jannah).” (Ali ‘Imran: 14)
Lebih dari itu, harta adalah
sebuah realita yang melingkupi kehidupan umat manusia. ‘Sejarah’-nya yang tua,
senantiasa eksis mengawal peradaban umat manusia di setiap generasi dan masa. Jati
dirinya yang berbasis fitnah, telah banyak melahirkan berbagai gonjang-ganjing
kehidupan.
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ
وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيْمٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya harta
dan anak-anak kalian itu (sebagai) fitnah, dan di sisi Allah-lah pahala yang
besar.” (Al-Anfaal: 28)
Jauh-jauh hari, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mewanti-wanti umatnya dari gemerlapnya
harta dengan segala fitnahnya yang menghempaskan.
بَادِرُوا بِالأَعْمَالِ فِتَنًا،
كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ
كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ
مِنَ الدُّنْيَا
“Bergegaslah kalian untuk beramal,
(karena akan datang) fitnah-fitnah ibarat potongan-potongan malam. (Disebabkan
fitnah tersebut) di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya
dalam keadaan kafir, di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya
dalam keadaan kafir. Dia menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya)
dunia ini.”
Ketertarikan Hati Manusia Terhadap Harta
Manusia sendiri merupakan makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berjati diri amat dzalim (zhalum) dan amat bodoh (jahul).
Manusia sendiri merupakan makhluk Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berjati diri amat dzalim (zhalum) dan amat bodoh (jahul).
إِنَّهُ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلاً
“Sesungguhnya manusia itu amat
dzalim dan amat bodoh.” (Al-Ahzab: 72)
Sontak, tatkala harta menghampiri,
ketertarikan hati pun tak bisa dimungkiri lagi. Mereka benar-benar amat
mencintainya.
وَتُحِبُّوْنَ الْمَالَ حُبًّا
جَمًّا
“Dan kalian mencintai harta dengan
kecintaan yang berlebihan.” (Al-Fajr: 20)
Bahkan, saking cintanya terhadap harta akhirnya ia menjadi bakhil.
وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ
لَشَدِيْدٌ
“Sesungguhnya dia (manusia) sangat
bakhil dikarenakan kecintaannya yang sangat kuat kepada harta.” (Al-‘Adiyat: 8)
Jika demikian kondisinya, maka tak
mengherankan bila (kebanyakan) manusia teramat berambisi mengumpulkan dan
menumpuknya.
Para pembaca yang mulia, ketika
hati anak manusia amat cinta kepada harta bahkan berambisi untuk mengumpulkan
dan menumpuknya, maka sudah barang tentu harta tersebut dapat melalaikannya
dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (dzikrullah).
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ. حَتَّى
زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ
“Telah melalaikan kalian perbuatan
berbanyak-banyakan. Hingga kalian masuk ke liang kubur.” (At-Takatsur: 1-2)
Harta Dapat Menjadikan Seseorang Sombong
Kondisi serba berkecukupan alias kaya harta tak jarang membuat seseorang lupa daratan, melampaui batas, dan sombong. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: كَلاَّ إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
“Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Manakala dia melihat dirinya serba berkecukupan.” (Al-‘Alaq: 6-7)
Kondisi serba berkecukupan alias kaya harta tak jarang membuat seseorang lupa daratan, melampaui batas, dan sombong. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: كَلاَّ إِنَّ اْلإِنْسَانَ لَيَطْغَى. أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
“Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Manakala dia melihat dirinya serba berkecukupan.” (Al-‘Alaq: 6-7)
Qarun, seorang kaya raya dari Bani
Israil (anak paman Nabi Musa ‘alaihissalam) yang telah melampaui batas dan
sombong.
Hal senada telah Allah Subhanahu
wa Ta'ala firmankan perihal Abu Lahab, paman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang kafir lagi sombong:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ
وَتَبَّ. مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab
dan sungguh dia akan binasa. Tidaklah berfaedah baginya harta bendanya dan
segala apa yang ia usahakan (dari azab Allah).” (Al-Masad: 1-2)
Maka dari itu, Allah Subhanahu wa
Ta'ala memperingatkan orang-orang yang beriman dengan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا
لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِاللهِ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُوْنَ
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah harta dan anak-anak kalian (dapat) memalingkan kalian dari
dzikrullah. Barangsiapa berbuat demikian maka merekalah orang-orang yang
merugi.” (Al-Munafiqun: 9)