Musyrif Sejati Berdakwah Dengan Sentuhan Hati

Sabtu, 20 September 2014

BIOGRAFI K. H. HASYIM ASY’ARI

,


A. PENDAHULUAN

            Pembicaraan tentang NU (Nahdatul Ulama) tanpa K.H. Hasyim Asy'ari adalah bentuk pencurian terang-terangan tanpa malu. Hal ini disebabkan karena salah satu pendiri utama lahirnya organisasi NU pada tahun 1926 adalah K. H. Hasyim Asy'ari.
            Ketokohan K. H. Hasyim Asy’ari sering kali diceburkan dalam persoalan sosial politik. Hal ini dapat dipahami bahwa sebagian dari sejarah kehidupan K. H. Hasyim Asy’ari juga dihabiskan untuk merebut kedaulatan bangsa Indonesia melawan  kolonial Belanda dan Jepang. Lebih-lebih organisasi yang didirikannya, Nahdatul Ulama, pada masa itu cukup aktif melakukan usaha-usaha sosial politik.
            Akan tetapi, K. H. Hasyim Asy’ari sejatinya merupakan tokoh yang piawai dalam gerakan dan pemikiran kependidikan. Sebagaimana dapat disaksikan, bahwa K. H. Hasyim Asy’ari mau tiak mau bisa dikategorikan sebagai generasi awal yang mengembangkan sistem pendidikan pesantren, terutama di Jawa.[1]
            Siapa sebenarnya K. H. Hasyim Asy'ari? Anak-anak muda jaman sekarang ini mumgkin tidak begitu mengenal sosok beliau,
apalagi sumbangsinya terhadap agama Islam dan bangsa Indonesia. Ketidaktahuan ini yang mungkin menjadikan ada berita yang berkembang bahwa beliau adalah tokoh perintis kemerdekaan yang kolot, tradisional, tertutup, hanya berjuang untuk NU, dan tidak mau menerima perubahan.
            Oleh karena itu, makalah ini akan memperkenalkan secara sederhana siapa beliau, bagaimana pergolakan pemikiran dan perjuangan nasionalismenya, dan bagaimana ruh pandangan dan perjuangan beliau selama hidupnya, baik ketika beliau masih belajar, mendirikan pesantren Tebuireng  dan  mendirikan NU.

B. BIOGRAFI SINGKAT K. H. HASYIM ASY’ARI

1. Kelahiran

            Nama lengkap K. H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871.[2]
            Asal-usul dan keturunan K. H. Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak. Silsilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A.Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah kakeknya yang kedua yiait Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII).[3]
            Bakat kepemimpinan dan kecerdasan Kiai Hasyim sudah tampak sejak masa kanak-kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, ia akan menegurnya. Dia membuat temannya senang bermain, karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama.[4]

2. Masa Pendidikan

            Sejak kecil, beliau belajar langsung dari ayah dan kakeknya, Kiai Utsman. Bakat kepemimpinan dan kecerdasan memang sudah nampak, ketika masih kecil, beliau sangat giat dan cerdas. Hasilnya saat beliau masih beumur 13 tahun, sang ayah menyuruhnya mengajar di pesantren karena kepandaian yang dimilikinya.[5]
            Ketidakpuasan dan dahaga yang sangat terhadap ilmu membuat beliau berkeinginan mencari sumber pengetahuan yang lain di luar pesantren ayahnya. Oleh sebab itu, mulai asia 15 tahun, beliau mulai berkenalan dari satu pesantren ke pesantren lain, mulai menjadi santri di Pesantren Wonokoyo (Probolinggo), Pesantren Langitan (Tuban), dan Pesantren Trenggilis (Semarang). Belum puas dengan berbagai ilmu, beliau melanjutkan ke Pesantren Kademangan (Bangkalan) di bawah asuhan Kiai Kholil. Namun tidak lama kemudian, beliau pindah ke Pesantren Siwalan (Sidoarjo) yang diasuh oleh Kiai Ya’kub. Disinilah beliau merasa benar-benar menemukan sumber pengetahuan Islam yang diinginkan.   
            Dari sekian pesantren yang pernah dijelajahinya, disinilah beliau mondok  cukup lama, yaitu lima tahun. Namun rupanya Kiai Ya’kub kagum kepada beliau, sehingga beliau tiadak hanya mendapatkan ilmu saja, akan tetapi juga dijadikan menantu oleh Kiai Ya’kub. Beliau yang baru berusia 21 tahun dinikahkan dengan Chadijah, salah satu putri Kiai Ya’kub.[6]
            Setelah menikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji dan menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama sehingga bayinya pun tidak terselamatkan.
            Pada tahun 1893, beliau kembali ke Mekkah untuk kedua kalinya. Sejak itulah beliau menetapdi Mekkah selama 7 tahun. Di Mekkah beliau berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib dan Syaikh Mahfud At-Tarmisi. [7]
            Selain kedua guru tersebut, sebenarnya K. H. Hasyim Asy’ari juga berguru  kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani.[8]
            Pada tahun 1900 M. atau 1314 H. K. H. Hasyim Asy’ari pulang ke kampung halamannya. Di tempat itu ia membuka pengajian keagamaan yang dalam waktu yang relatif singkat menjadi terkenal di wilayah Jawa.[9]

3. Wafat        

            K. H. Hasyim Asy’ari wafat pada tanggal 26 Juli 1947 M/7 Ramadhan 1366 H di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk kepentingan agama dan pendidikan. Demikian perjalanan dan perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari sampai akhir hayatnya. Meskipun beliau telah tiada, akan tetapi ruh perjuangan beliau masih dipegang oleh keluarga dan umat beliau untuk menandaskan diri bahwa hidup adalah perjuagan.[10]

C. PEMIKIRAN K. H. HASYIM ASY’ARI TENTANG PENDIDIKAN

            1. K. H. Hasyim Asy’ari dan Tebuireng

            Tepat pada tanggal 26 Rabi’ Al-Awwal 120 H. bertepatan 6 Februari 1906 M., Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. Oleh karena kegigihannya dan keikhlasannya dalam menyosialisakan ilmu pengetahuan, dalam beberapa tahun kemudian pesantren relatif ramai dan terkenal.[11]
            Pesantren Tebuireng yang pada awalnya adalah pesantren kecil, kemudian berkembang menjadai salah satu pesantren yang sangat berpengaruh di Jawa. Kebanyakan para santri tertarik dengan sistem atau model pengajaran yang diberikan oleh beliau.[12]
            Dalam pesantren itu, bukan hanya ilmu agama yang diajarkan, tetapi juga pengetahuan umum. Para santri membaca huruf latin, menulis dan membaca buku-buku yang berisi pengetahuan umum, berorganisasi dan berpidato.[13]
            Sistem pengajaran yang diterpkan pesantren Tebuireng sejak berdirinya (1899) sampai tahun 1916 adalah dengan menggunakan sistem sorogan dan bandongan. Kedua sistem tersebut digunakan sebagai metode utama dalam mentransformasikan ilmu-ilmu agama kepada anak didiknya.  
            Pada tahun 1916-1919, kurikulum madrasah mulai ditambah dengan pelajaran-pelajaran umum, seperti bahasa Indonesia (Melayu), matematika dan ilmu bumi, dan tahun 1926 ditambah lagi dengan mata pelajaran bahasa Belanda dan sejarah Indonesia.[14]
            Sebagaimana diketahui dalam sejarah pendidikan Islam tradisional, khususnya di Jawa, peranan kiai Hasyim yang kemudian terkenal dengan sebutan Hadrat Asy-Syaikh (guru besar di lingkungan pesantren), sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pimpinan pesantren. Banyak pesantren besar yang terkenal, terutama, yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dikembangkan oleh para kiai hasil didikan kiai Hasyim.[15]

            2. Pemikiran Pendidikan

                        Salah satu karya monumental K. H. Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitab Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allum wa ma Yataqaff Al-Mu’allimin fi Maqamat Ta’limih yang dicetak pertama kali pada tahun 1415 H. sebagaimana umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika. Meski demikian tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya. Keahliannya dalam bidang hadits ikut pula mewarnai isi kitab tersebut.[16]
            Belajar menurut Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar menghilangkan kebodohan. Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.[17]
           
            Beliau menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahan adalah mengamalkan. Hal itu dimaksudkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu : pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya atau menyepelikannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata. Agaknya pemikiran beliau tentang hal tersebut di atas, dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf), yaitu salah satu persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau adalah “niat yang baik dan lurus”.[18]
            Catatan yang menarik dan perlu dikedepankan dalam membahas pemikiran dan pandangan yang ditawarkan oleh Hasyim Asy’ari adalah etika dalam pendidikan, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas, yang pada masanya jarang sekali dijumpai. Dan hal ini beliau buktikan dengan banyaknya kitab hasil karangan atau tulisan beliau.[19]

            3. Karya K. H. Hasyim Asy’ari

                        Karya-karya Kiai Hasyim banyak yang merupakan jawaban atas berbagai problematika masyarakat. Misalnya, ketika umat Islam banyak yang belum faham persoalan tauhid atau aqidah, Kiai Hasyim lalu menyusun kitab tentang aqidah, diantaranya Al-Qalaid fi Bayani ma Yajib min al-Aqaid, Ar-Risalah al-Tauhidiyah, Risalah Ahli Sunnah Wa al-Jama’ah, Al-Risalah fi al-Tasawwuf, dan lain sebagainya.
            Kiai Hasyim juga sering menjadi kolumnis di majalah-majalah, seperti Majalah Nahdhatul Ulama’, Panji Masyarakat, dan Swara Nahdhotoel Oelama’. Biasanya tulisan Kiai Hasyim berisi jawaban-jawaban atas masalah-masalah fiqhiyyah yang ditanyakan banyak orang, seperti hukum memakai dasi, hukum mengajari tulisan kepada kaum wanita, hukum rokok, dll. Selain membahas tentang masail fiqhiyah, Kiai Hasyim juga mengeluarkan fatwa dan nasehat kepada kaum muslimin, seperti al-Mawaidz, doa-doa untuk kalangan Nahdhiyyin, keutamaan bercocok tanam, anjuran menegakkan keadilan, dan lain-lain.[20]
            Sebagai seorang intelektual, K. H. Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban, diantaranya adalah sejumlah literatur yang berhasil ditulisnya. Karya-karya tulis K. H. Hasyim Asy’ari yang terkenal adalah sebagai berikut: (1) Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin, (2) Ziyadat Ta’liqat, (3) Al-Tanbihat Al-Wajibat Liman, (4) Al-Risalat Al-Jami’at, (5) An-Nur Al-Mubin fi Mahabbah Sayyid Al-Mursalin, (6) Hasyiyah ‘Ala Fath Al-Rahman bi Syarh Risalat Al-Wali Ruslan li Syekh Al-Isam Zakariya Al-Anshari, (7) Al-Durr Al-Muntatsirah fi Al-Masail Al-Tis’i Asyrat, (8) Al-Tibyan Al-Nahy’an Muqathi’ah Al-Ikhwan, (9) Al-Risalat Al-Tauhidiyah, (10) Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min Al-‘Aqaid.
            Kitab ada Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin merupakan kitab yang berisi tentang konsep pendidikan. Kitab ini selesai disusun hari Ahad pada tanggal 22 Jumadi Al-Tsani tahun 1343. K. H. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasari oleh kesadaran akan perlunya literatur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur sehingga orang yang mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula.[21]
D. Pemikiran K. H. Hasyim Asy’ari tentang Sosial
            Aktivitas K. H. Hasyim Asy’ari di bidang sosial lainnya adalah mendirikan organisasi Nahdatul Ulama, bersama dengan ulama besar di Jawa lainnya, seperti Syekh ‘Abd Al-Wahhab dan Syekh Bishri Syansuri.[22]
            Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kiai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
            K. H. Hasyim Asy’ari dikenal sebagai salah seorang pendiri NU (Nahdatul Ulama). Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan selama 6 bulan, karena dianggap menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, beliau dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang.
            Sejak didirikan sampai tahun 1947 Rais ‘Am (ketua umum) dijabat oleh K. H. Hasyim Asy’ari. Ia pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama pada zaman pendudukan Jepang untuk wilayah Jawa dan Madura.[23]
            Mengenai orientasi pemahaman dan pemikiran keislaman, kiai Hasyim sangat dipengaruhi oleh salah seorang guru utamanya: Syekh Mahfud At-Tarmisi yang banyak menganut tradisi Syekh Nawawi. Selama belajar di Mekkah, sebenarnya, beliau pun mengenal ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh. Tetapi ia cenderung tidak menyetujui pikiran-pikiran Abduh, terutama dalam hal kebebasan berpikir dan pengabaian Mazhab. Menurutnya kembali langsung ke Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melalui hasil-hasil Ijtihad para imam mazhab adalah tidak mungkin. Menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits secara langsung, tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama besar dan imam mazhab, hanya akan menghasilkan pemahaman yang keliru tentang ajaran Islam. Latar belakang orientasi pemahaman keislaman seperti inilah yang membuat kiai Hasyim menjadi salah seorang pendiri dan pemimpin utama Nadhatul Ulama. Tidak kurang dari 21 tahun ia menjadi Rais ‘Am, ketua umum Nadhatul Ulama (1926-1947).[24]
            Nahdatul Ulama didirikan antara lain memang untuk mempertahankan paham bermazhab. Sesudah Indonesia merdeka melalui pidato-pidatonya, K. H. Hasyim Asy’ari membakar semangat para pemuda supaya mereka berani berkorban untuk mempertahankan kemerdekaan.[25]
            KH Hasyim Asy’ari menganjurkan kepada para kiai dan guru-guru agama agar memiliki perhatian serius kepada masalah ekonomi untuk kemaslahatan; “kenapa tidak kalian dirikan saja satu badan usaha, yang setiap wilayah ada satu badan usaha yang mandiri.” Demikian pernyataan KH Hasyim Asy’ari ketika mendeklarasikan berdirinya Nahdlah at-Tujjar.
            Berangkat dari kesadaran itulah Nahdlah at-Tujjar didirikan, dengan satu badan usaha yang ketika itu disebut Syirkah al-Inan, yang kemudian hari ketika NU berdiri wadah ekonomi tersebut berganti nama dengan Syirkah al-Mu’awanah.[26]
            Pada tahun 1930 dalam muktamar NU ke-3 kiai Hasyim selaku Rais Akbar menyampaikan pokok-pokok pikiran mengenai organisasi NU. Pokok-pokok pikiran inilah yang kemudian dikenal sebagai Qanun Asasi Jamiah NU (undang-undang dasar jamiah NU).
            Pada tahun 1937, ketika beberapa Ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesiayang terkenal dengan sebutan MIAI, (Majelis Islam Ala Indonesia), K. H. Hasyim Asy’ari diminta jadi ketuanya.[27]
            Ketika organisasi sosial keagamaan MASYUMI (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dijadikan partai politik pada 1945, Kiai Hasyim terpilih sebagai ketua umum. Setahun kemudian, 7 September 1947 (1367 H), K. H. Muhammad Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, beliau diakui sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa beliau bukan saja tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional.[28]

E. KESIMPULAN

            Dari pemaparan di atas, dapatlah diketahui bahwa ketokohan kiai Hasyim Asy’ari dikalangan masyarakat dan organisasi Islam tradisional bukan saja sangat sentral tetapi juga menjadi tipe utama seorang pemimpin, sebagaimana diketahui dalam sejarah pendidikan tradisional, khususnya di Jawa. Peranan kiai Hasyim Asy’ari yang kemudian dikenal dengan sebutan Hadrat Asy-Syaikh (guru besar di lingkungan pesantren).
            Mengajar merupakan profesi yang di tekuni oleh K. H. Hasyim Asy’ari sejak muda. Sejak masih di pondok pesantren ia sering dipercayakan mengajar santri-santri yang baru masuk oleh gurunya. Bahkan, ketika di Mekkah ia pun sudah mengajar. Sepulang dari Mekkah, beliau membantu ayahnya mengajar di pondok ayahnya. Kemudian ia mendirikan pondok pesantren sendiri di desa Tebuireng, Jombang.
            Peranan kiai Hasyim Asy’ari sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pemimpin pesantren, terutama yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
            Dalam bidang organisasi keagamaan, beliau pun aktif mengoganisir perjuangan politik melawan kolonial untuk menggerakkan masa, dalam upaya menentang dominasi politik Belanda.
            Dan pada tanggal 7 September 1947 (1367 H), K. H. Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, beliau diakui sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa beliau bukan saja tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedia Islam, Cet IV, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: 1997).
Ensiklopedi  Tokoh  Pendidikan  Islam, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: 2005).
Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Departemen Agama, 1993), hal. 138-139.
Ensiklopedia Islam, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: 2003).
Mirza, “Pemikiran Hasyim Asyari Dalam Konsep Pendidikan” dalam http://daengamier.blogspot.com/2011/01/pemikiran-hasyim-asyari-dalam-konsep.html
Mujib, A., dkk.,  Entelektualisme Pesantren, (Jakarta, PT. Diva Pustaka: 2004).
Nuril M Nasir Alumnus Ma’had al-Islamiyyah as-Salafiyyah asy-Syafi’iyah, Pamekasan,Madura,dalam:httpopiniindonesia.comopinip=content&id=155&edx=TWVuZ2dlcmFra2FuIEVrb25vbWkgV2FyZ2EgTlU=.htm
Rifai, Muhammad, K. H. Hasyim Asya’ri Biografi Singkat 1871-1947, (Yogjakarta, Grasi: 2009).
Roziqin, Badiatul, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta, e-Nusantara: 2009).



[1] A. Mujib, dkk.,  Entelektualisme Pesantren, (Jakarta: PT. Diva Pustaka, 2004), hal. 319.

[2]Ibid, hal. 319.
[3]Muhammad Rifai, K. H. Hasyim Asya’ri Biografi Singkat 1871-1947, (Yogjakarta: Grasi, 2009), hal. 15.
[4]Ibid, hal. 19.
[5]Badiatul Roziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: e-Nusantara, 2009), hal. 246.
[6] Muhammad Rifai, K.H. Hasyim Asya’ri Biografi Singkat 1871-1947, hal 22-23.
[7] Badiatul Roziqin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, hal. 246-247.
[8] Muhammad Rifai, K.H. Hasyim Asya’ri Biografi Singkat 1871-1947, hal. 23.
[9]A. Mujib, dkk, Entelektualisme Pesantren, hal. 320
[10] Muhammad Rifai, K. H. Hasyim Asya’ri Biografi Singkat 1871-1947, hal. 34.
[11] A. Mujib, dkk, Entelektualisme Pesantren, hal. 320
[12]Muhammad Rifai, K. H. Hasyim Asya’ri Biografi Singkat 1871-1947, hal. 44.
[13]Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, hal. 247.
[14] Muhammad Rifai, K. H. Hasyim Asya’ri Biografi Singkat 1871-1947,  hal.46
[15] Ensiklopedia Islam, Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), hal. 309.
[16] Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. 2005), hal. 218.
[17] Muhammad Rifai, K. H. Hasyim Asya’ri Biografi Singkat 1871-1947, hal. 76-77.
[18] Mirza, “Pemikiran Hasyim Asyari Dalam Konsep Pendidikan” dalam http://daengamier.blogspot.com/2011/01/pemikiran-hasyim-asyari-dalam-konsep.html
[19] Ibid,
[20] Ibid,
[21] A. Mujib, dkk, Entelektualisme Pesantren, hal. 321.
[22] Ibid, hal. 320.
[23] Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Departemen Agama, 1993), hal. 138-139.
[24] Ensiklopedia Islam, hal. 309.
[25] Badiatul Roziqin, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, hal. 250.
[26]Nuril M Nasir Alumnus Ma’had al-Islamiyyah as-Salafiyyah asy-Syafi’iyah, Pamekasan, Madura,dalam:httpopiniindonesia.comopinip=content&id=155&edx=TWVuZ2dlcmFra2FuIEVrb25vbWkgV2FyZ2EgTlU=.htm
[27] Ibid, hal. 249.
[28]Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedia Islam, Cet IV, (Jakarta:PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: 1997), hal. 102.

1 comments:

  1. Halo Bossku Semua .. SALAM HOKI Selalu ya !
    Dapatkan Bonus Spesial NATAL dari Om Santa BOLA VITA
    Bonus s/d 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah)
    Hanya BO LA VI TA yang memberikan bonus-bonus menarik tiap hari!
    Yuk Gabung Sekarang! Pendaftaran Gratis Loh!
    WA : 0813-7705-5002 ~

    Atau Hubungi Kesini Ya Boss :
    BBM: B O L A V I T A (tanpa spasi)
    WeChat: BOLA VITA (tanpa spasi)
    Line : cs_bola vita (tanpa spasi) ~







    BalasHapus