A. ABSTRAK
Selama berlangsungnya proses
modernisasi sistem politik mengalami perubahan baik dalam stuktur maupun
fungsi-fungsinya. Dalam perubahan ini hubungan antara sistem politik dan
masyarakat dapat bersifat saling tergantung maupun tidak saling tergantung.
Pembangunan politik sebagian tergantung pada perubahan-perubahan ekonomi, sosial
maupun perubahan lainnya.
Sistem politik dalam masyarakat yang
sedang mengadakan modernisasi menghadapi masalah-masalah yang semakin luas.
Sistem politik sebagai mana telah ditunjukan menjadi pemecah permasalahan yang
umum bagi seluruh masyarakat. Misalnya, sistem politik telah menempati peranan
yang dominan dalam pembangunan ekonomi. Akan tetapi karena pembangunan politik
merupakan suatu proses dimana sistem politik memperoleh kemampuan yang
meningkat agar mampu dan berhasil secara terus menerus menopang tujuan,
tuntutan dan juga penciptaan organisasi
baru, maka selanjutnya pembangunan politik dapat tergantung pada
perubahan-perubahan dasar dalam masyarakat dan perekonomian.[1]
Dalam makalah ini, penulis menyusun
makalah untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh modernisasi terhadap dinamika politik di Indonesia dalam aspek
kehidupan sosial, ekonomi dan politik, khususnya pada era Reformasi.
Adapun metode yang digunakan oleh
penulis dalam menulis makalah ini adalah metode kepustakaan dimana penulis
mengambil bahan-bahan penulisan dari buku, koran atau internet.
Sedangkan hasil yang diinginkan oleh
penulis dari penulisan makalah adalah adanya kondisi dan keadaan Negara yang
lebih kondusif, aman dan sejahtera dengan adanya dinamika politik di Indonesia terutama
dari masa Orde Baru ke Era Reformasi.
B. MODERNISASI DAN DINAMIKA POLITIK
1. Pengertian Modernisasi Dan Dinamika Politik
Didalam kamus besar bahasa Indonesia modern adalah
sikap dan cara berfikir yang sejalan dengan kondisi zaman. Sedangkan modernisasi
adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk
bisa hidup sesuai dengan kondisi masa kini.
Dan Modernisme adalah gerakan yang bertujuan menafsirkan kembali doktrin
tradisional.[2]Adapun politik
adalah segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan Negara atau terhadap
Negara lain.[3]
2. Dinamika Politik Di Indonesia
Dalam sejarahnya, Indonesia telah
mencatat sebanyak tiga fase pemerintahan. Demokrasi terpimpin atau yang lebih
kita kenal dengan era Orde Lama yaitu masa kepemimpinan Ir. Soekarno dari sejak
kemedakaan Indonesia, era Orde Baru yaitu masa kepemimpinan Jendral H Muhammad
Soeharto yang manggantikan presiden Ir Soekarno, dan yang terakhir adalah era
yang disebut dengan Reformasi,[4] yaitu
masa yang dimulai dari lengsernya Presiden Soeharto dari kursi presiden setelah
menjabat sejak tahun 1968-1998.[5]
Ketiga fase pemerintahan itu telah
menorehkan berbagai macam sejarah baik dan buruk mengenai Indonesia secara umun
dan kehidupan rakyatnya secara khusus. Banyak prestasi yang telah dicapai oleh
ketiga fase ini. Era Orde Lama telah berjuang dalam pembentukan pemerintahan
baru Indonesia, mencari pengakuan atas kemerdekaan Indonesia dari berbagai
Negara Internasional, ikut serta dalam perdamaian dunia melalui berbagai
organisasi internasional. Sedangkan dalam masa Orde Baru sudah dapat dianggap
sukses dari program pembangunan Pelitanya, program KB, trasmigrasi,
pemberantasan buta huruf, dan meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia.
Pada era Reformasi seluruh sistem
pemerintahan di Orde Lama yang tidak sesuai dengan rakyat Indonesia telah
dirubah. Seperti pemerintahan yang bertajukkan kekuatan militer, tidak adanya
kebebasan pers dan berpendapat, sistem DPR-MPR yang tidak berjalan sehingga
aspirasi rakyat tidak secara penuh tersampaikan, adanya pemerintahan yang
korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan dibungkamnya sistem oposisi terhadap
pemerintahan, semuanya telah berubah sejak era Reformasi.[6]
Dengan
adanya reformasi, paling tidak kita telah bisa bernafas lega setelah dikekang
kebebasan kita di masa Orde Baru. Suara rakyat yang dulunya tidak dapat
tersampaikan di DPR, sekarang sudah benar-benar terwakilkan. Bahkan kita bisa
menuntut suara tersebut. Pers yang dulunya tidak dapat bergerak bebas, sekarang
sudah dapat memuat berita apa saja dengan bebasnya. Kelompok oposisi yang
dulunya diharamkan, sekarang sudah berani berkoar-koar mengkritiki kinerja
pemerintah. Bahkan budayawan dan seniman pun dipersilahkan mengkritik
pemerintah, kalau memang ada ketidakberesan dalam pemerintahan.
Namun terlepas dari
prestasi-prestasi yang mungkin bisa dianggap baik tersebut, tentunya kita juga
tidak bisa terlepas dari berbagai permasalahan pelik rakyat Indonesia. Memang
dari setiap fase pemerintahan mempunyai masalah-masalah tersendiri. Ada
permasalahan yang tidak muncul ketika Orde Lama, tatapi muncul ketika Orde
Baru. Begitu juga masalah yang ada di masa Reformasi. Dari semua rezim yang ada
itu, sepertinya sangat menarik untuk ditinjau dan dikaji lebih lanjut, terutama
perjalanan reformasi yang ketika lahirnya itu sangat diagung-agungkan.
3. Era Reformasi
Sejak pertengahan tahun 1997 sampai
saat ini, bangsa Indonesia menghadapi krisis moneter dan ekonomi yang sangat
berat. Krisis ini ditandai dengan makin terpuruknya nilai mata uang rupiah
terhadap dolar AS, membengkaknya hutang luar negeri yang diluar kemapuan membayar,
baik oleh pemerintah atau swasta, serta naiknya harga barang dan jasa produk
impor dan produk dalam negeri, termasuk sembako.[7]
Akibat krisis moneter dan ekonomi
sebagian besar perusahaan swasta terpaksa gulung tikar atau mengurangi
kegiatannya, sehingga banyak terjadi PHK, dan makin meningkatnya jumlah
pengangguran, naiknya harga barang dan jasa, makin menurunnya daya beli
masyarakat golongan menengah dan bawah, disertai isyu tentang kelangkaan
sembako mengakibatkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Kondisi yang
demikian itu memicu adanya gerakan reformasi yang dipelopori oleh para
mahasiswa. Gerakan reformasi yang murni dari mahasiswa yang menuntut untuk
mengadakan perbaikan, ternyata juga dimanfaatkan oleh berbagai pihak dan
kelompok masyarakat untuk kepentingannya yang memicu berbagai kerusuhan massal
yang menelan korban jiwa dan harta benda yang sangat besar. Kemudian
tokoh-tokoh reformasi melancarkan desakan agar Presiden Soeharto lengser baik
secara langsung maupun melalui DPR.
Tuntutan itu akhirnya dapat terwujud
dengan pengunduran diri Presiden Soeharto dari kursi pemerintahan pada tanggal
21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh BJ. Habibie. Meskipun sempat terjadi
penolakan dari sebagian mahasiswa dengan dipilihnya BJ. Habibie sebagai
presiden yang menggantikan Soeharto dengan dalih BJ. Habibie juga bagian dari
rezim Orde Baru, tapi pelantikan presiden BJ Habibie tetap dilaksanakan.[8]
Gerakan reformasi menuntut
pembenahan dalam segenap aspek kehidupan, terutama dalam kehidupan politik, ekonomi
dan hukum. Reformasi menghendaki kehidupan politik yang lebih demokratis, ekonomi
kerakyatan yang berbasis pada potensi atau kekayaan Indonesia serta kepastian
dan penegakan hukum yang adil.[9]
Apresiasi di atas mungkin memang ada
benarnya, karena negara Indonesia yang bisa dikatakan berumur sangat dini
di tahun 1998, memang sangat berani melakukan reformasi sistem pemerintahan.
Perjuangan reformasi ini ternyata tidak sia-sia begitu saja. Di mana sekarang
rakyat Indonesia bisa merasakan kebebasan yang sekian lama terkekang. Mungkin
itu adalah salah satu catatan indah dalam sejarah pemerintahan Indonesia.
C. ANALISIS
1. Dampak Negatife Dari Era Reformasi
Lebih dari 10 tahun sudah reformasi
berjalan. Tentu ada kemajuan yang dicapai, namun juga pastinya ada
kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Ada sisi positif dari reformasi, juga
ada sisi negatifnya. Tapi yang perlu menjadi bahan evaluasi adalah
kekurangan-kekurangan tersebut, meskipun tidak mengesampingkan sisi positifnya.
Kalau kita perhatikan dan teliti
lebih seksama, langkah awal yang kita ambil dalam mereformasi pemerintahan Orde
Baru telah menjadi bumerang bagi negara kita sendiri. Kita telah berhasil
keluar dari sistem Demokrasi Pancasila Orde Baru yang dikendalikan dengan
kekuatan dan kekuasaan militer sungguh merupakan prestasi yang patut
dibanggakan. Tapi ketika itu kita belum tahu persis kemana harus melangkah.
Demokrasi Pencasila yang telah ditinggalkan, akhirnya digantikan dengan
Demokrasi yang diadopsi dari Barat.
Padahal sistem Demokrasi model ini
sangat tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. Budaya Barat yang
mempengaruhi Demokrasinya lebih bersifat liberal tanpa batas, dan lebih mementingkan
individualisme.
Indonesia memiliki budaya, pola
pikir, dan pandangan hidup sendiri. Indonesia yang mayoritas Muslim tentu
memiliki pandangan hidup dan budaya yang berbeda dengan Barat. Masyarakat
Muslim lebih mendahulukan mayoritas dan kepentingan bersama. Menerapkan
kebebasan yang sudah pasti ada batas-batasnya. Hal ini tentu saja sangat
bertentangan sekali dengan nafas Demokrasi Barat.
Pada awal-awal reformasi mungkin
dampak dari ini semua belum terasa. Tetapi bukan berarti tidak menimbulkan
dampak. Bahkan dampak dari asas demokrasi ini sangat besar sekali. Ini akan
menyangkut kepada jalannya pemerintahan ke depannya. Dan akhirnya nasib
kesejahteraan rakyat berada di dalam tanggungannya.
2. Fakta dan Opini Masyarakat
Dibawah ini penulis menukil beberapa
fakta dan opini dari maysarakat: “Ini Dia bapak reformasi kita, Pak Amien Rais.
Ternyata dampak reformasi disamping banyak sisi baiknya, sisi buruknya tak
kurang-kurang, antara lain demontrasi yang anarkis, para pendemo seperti tak
ada yang ditakuti lagi, pihak keamanan seprti dianggap angin lalu. Rakyat
menjerit dan keryawan terkena sistem kontrakan yang disahkan. Maaf, terlepas
kekurangan di jaman Orba (Orde Baru) di jaman itu nasib karyawan relatif lebih
baik, lebih terjamin masa depannya, PHK jarang terjadi dan karyawan tenang
bekerja, tanpa dihantui oleh PHK dan sistem kontrakan! Sekarang, astagfirullah
…. nasib karyawan, ya itu tadi, seperti onta perahan, bukan lagi sapi perahan!
Nasib karyawan, apa lagi yang karyawan kontrakan, siap “ditendang” kapan saja
penguasaha mau.”[10]
”Hasil survey mengenai tingkat kepuasan
terhadap pemerintahan SBY, sempat dirilis beberapa bulan yang lalu oleh lembaga
survei independent, dari hasil survei tersebut, nampak jelas, bahwa ekseptasi
atau penerimaan publik terhadap gaya kepemimpinan presiden SBY mulai menurun
bahkan terjun bebas, jika dibandingkan dengan tahun-tahun keemasan pak SBY.
Namun hasil survei lainnya yang justru tidak
disangka-sangka adalah adanya keinginan dari sebagian masyarakat Indonesia yang
rindu dengan gaya kepemimpinan Soehato, sebuah kerinduan akan sifat diktator
beliau yang mampu memerintah dengan tangan besi, sehingga tak ada satu elemen
bangsa pun pada waktu itu yang berani bersikap kritis. Dampak dari demokrasi
yang dikungkung tersebut, ternyata ada positifnya juga, yaitu negara lebih aman
dan damai, tak satupun aksi unjuk rasa yang pernah kita saksikan, baik secara
langsung maupun melalui layar kaca, semua seolah tampak baik-baik saja,
walaupun kenyataan di dalamnya seperti menyimpan bara dalam sekam yang akhirnya
meledak pada tragedi 1998.Sejatinya bukan gaya diktator Soeharto itu yang
dirindukan oleh masyarakat saat ini, tentu kebebasan demokrasi hasil reformasi
tak sedikit juga dampak positifnya, namun kedamaian, iklim berusaha yang
kondusif, stabilitas harga bahan pokok, menjadi barang langka saat ini,
sehingga masyarakat mencari figur pemimpin yang bisa menciptakan kondisi
tersebut, maka tak ayal kalau gaya kepemimpinan mantan presiden Soeharto
menjadi pilihan, setelah reformasi yang telah berjalan 13 tahun ini belum
menemukan pemimpin sekaliber beliau.”[11]
Dalam sebuah program di
stasiun TV swasta pernah menampilkan 10 hal yang tidak disenangi rakyat
Indonesia di era reformasi. Sumbernya adalah hasil survei yang dilakukan oleh
Litbang Media Group. Survei tersebut dilakukan kepada masyarakat
pengguna telepon residensial di Jakarta, Medan, Bandung, Yogyakarta, Surabaya
dan Makasar yang dipilih secara acak melalui buku telepon.
Sepuluh fakta yang tidak
disenangi oleh masyarakat pasca reformasi tersebut adalah: harga sembako
mahal, tingkat korupsi masih tinggi, meningkatnya angka kriminalitas, ekonomi
tidak stabil, kerusuhan meningkat, banyaknya demonstrasi, BBM langka dan
mahal, sistem politik semrawut, kebebasan yang tidak bertanggungjawab, serta
jumlah pengangguran yang bertambah.[12]
Terlepas dari survei tersebut,
kenyataan yang ada memang juga demikian adanya. Harga BBM sempat
terombang-ambing. Korupsi juga masih merajalela. Nuansa perpolitkan semakin
mencekam. Banyak terjadi bentrokan yang tak berarti yang terjadi selama Pilkada
ataupun Pemilu. Belum lagi bentrokan antar kelompok dan golongan.
D. KESIMPULAN
Kalau kita amati seksama keadaan sekarang
ini di era reformasi dengan perbandingannya kepada Orde Baru, maka tidak ada
yang spesial dari sekedar kebebasan-kebebasan yang tanpa kontrol belaka. Bahkan
dari isu stabilitas keamanan negara, sepertinya jaman Orde Baru lebih
terkontrol daripada di era reformasi.
Hal ini dapat kita lihat dengan
adanya keinginan dari sebagian masyarakat Indonesia dengan gaya
kepemimpinan Soeharto yang mampu
memimpin pemerintahan. Dampak dari orde
Baru tersebut ternyata ada positifnya juga, yaitu negara lebih aman dan damai
di bandingkan dengan era Reformasi.
Dari berbagai fakta dan permasalahan
yang telah diungkapkan tersebut, maka sudah cukup sekali bila kita jadikan
sebagai bahan untuk evaluasi dan introspeksi. Kita semua tentu saja tidak ingin
kondisi negara tetap seperti ini saja tanpa adanya kemajuan yang berarti. Untuk
itulah kita perlu memikirkan dan mencari jalan keluar dari permasalahan ini.
Dari pemaparan ini semua, akhirnya menimbulkan
kesimpulan, bahwa reformasi yang telah digulingkan di Indonesia hingga sekangan
adalah reformasi yang tanpa kontrol.
E. DAFTAR PUSTAKA
Alwi,
Adit, dkk, PEMBANGUNAN POLITIK Beberapa Aspek Perubahaan Sosial dan Ekonomi,
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1986, cet. 1.
http://www.masisironline.com/2010/10/14/sebuah-catatan-era-reformasi-di-indonesia/ (diakses18-11-11).
Irma Ariany
Syam, “ Dinamika Politik Indonesia “ dalam
http://iashubby.blogspot.com/2009/08/dinamika-politikindonesia.htlm. (diakses
18-11-11).
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008).
Suryosumarto,
Budisantoso, KETAHANAN NASIONAL INDONESIA Penangkal Disintegrasi Bangsa dan
Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, cet. 1.
www.kompasiana.com
[1]Adit Alwi, dkk, PEMBANGUNAN POLITIK Beberapa Aspek
Perubahaan Sosial dan Ekonomi, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1986),
hal.1.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 535.
[3] KBBI Offline, versi 1.3.
[4]Perubahan secara drastis untuk perbaikan dalam suatu
masyarakat atau negara yang meliputi bidang sosial, politik, atau agama.(KBBI,
hal. 1184).
[5] Irma Ariany Syam, “ Dinamika
Politik Indonesia “ dalam http://iashubby.blogspot.com/2009/08/dinamika-politikindonesia.htlm.
(diakses 18-11-11)
[7] Budisantoso Suryosumarto, Ketahanan Nasional Indonesia
Penangkal Disintegrasi Bangsa Dan Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2001), hal. 175.
[8] Ibid, hal. 176.
[9]Ibid,
hal. 13.
[10]
Syaripudin Zuhri, Amien Rais, Reformasi Dan Onta, (www.Compasiana.com
OPINI, 25 October 2010).
[11]Aunurrafiq Abdullah, Merindu Soeharto, (www.compasiana.com, OPINI, 16 September 2011).