Musyrif Sejati Berdakwah Dengan Sentuhan Hati

Kamis, 25 September 2014

MODERNISASI DAN DINAMIKA POLITIK

,

A. ABSTRAK

            Selama berlangsungnya proses modernisasi sistem politik mengalami perubahan baik dalam stuktur maupun fungsi-fungsinya. Dalam perubahan ini hubungan antara sistem politik dan masyarakat dapat bersifat saling tergantung maupun tidak saling tergantung. Pembangunan politik sebagian tergantung pada perubahan-perubahan ekonomi, sosial maupun perubahan lainnya.
            Sistem politik dalam masyarakat yang sedang mengadakan modernisasi menghadapi masalah-masalah yang semakin luas. Sistem politik sebagai mana telah ditunjukan menjadi pemecah permasalahan yang umum bagi seluruh masyarakat. Misalnya, sistem politik telah menempati peranan yang dominan dalam pembangunan ekonomi. Akan tetapi karena pembangunan politik merupakan suatu proses dimana sistem politik memperoleh kemampuan yang meningkat agar mampu dan berhasil secara terus menerus menopang tujuan, tuntutan  dan juga penciptaan organisasi baru, maka selanjutnya pembangunan politik dapat tergantung pada perubahan-perubahan dasar dalam masyarakat dan perekonomian.[1]  


            Dalam makalah ini, penulis menyusun makalah  untuk mengetahui sejauh mana pengaruh modernisasi terhadap dinamika politik di Indonesia dalam aspek kehidupan sosial, ekonomi dan politik, khususnya pada era Reformasi.
            Adapun metode yang digunakan oleh penulis dalam menulis makalah ini adalah metode kepustakaan dimana penulis mengambil bahan-bahan penulisan dari buku, koran atau internet.
            Sedangkan hasil yang diinginkan oleh penulis dari penulisan makalah adalah adanya kondisi dan keadaan Negara yang lebih kondusif, aman dan sejahtera dengan adanya dinamika politik di Indonesia terutama dari masa Orde Baru ke Era Reformasi.

B. MODERNISASI DAN DINAMIKA POLITIK

1. Pengertian Modernisasi Dan Dinamika Politik

            Didalam kamus besar bahasa Indonesia modern adalah sikap dan cara berfikir yang sejalan dengan kondisi zaman. Sedangkan modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan kondisi masa kini. Dan Modernisme adalah gerakan yang bertujuan menafsirkan kembali doktrin tradisional.[2]Adapun politik adalah segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain.[3]

2. Dinamika Politik Di Indonesia

            Dalam sejarahnya, Indonesia telah mencatat sebanyak tiga fase pemerintahan. Demokrasi terpimpin atau yang lebih kita kenal dengan era Orde Lama yaitu masa kepemimpinan Ir. Soekarno dari sejak kemedakaan Indonesia, era Orde Baru yaitu masa kepemimpinan Jendral H Muhammad Soeharto yang manggantikan presiden Ir Soekarno, dan yang terakhir adalah era yang disebut dengan Reformasi,[4] yaitu masa yang dimulai dari lengsernya Presiden Soeharto dari kursi presiden setelah menjabat sejak tahun 1968-1998.[5]
            Ketiga fase pemerintahan itu telah menorehkan berbagai macam sejarah baik dan buruk mengenai Indonesia secara umun dan kehidupan rakyatnya secara khusus. Banyak prestasi yang telah dicapai oleh ketiga fase ini. Era Orde Lama telah berjuang dalam pembentukan pemerintahan baru Indonesia, mencari pengakuan atas kemerdekaan Indonesia dari berbagai Negara Internasional, ikut serta dalam perdamaian dunia melalui berbagai organisasi internasional. Sedangkan dalam masa Orde Baru sudah dapat dianggap sukses dari program pembangunan Pelitanya, program KB, trasmigrasi, pemberantasan buta huruf, dan meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia.
            Pada era Reformasi seluruh sistem pemerintahan di Orde Lama yang tidak sesuai dengan rakyat Indonesia telah dirubah. Seperti pemerintahan yang bertajukkan kekuatan militer, tidak adanya kebebasan pers dan berpendapat, sistem DPR-MPR yang tidak berjalan sehingga aspirasi rakyat tidak secara penuh tersampaikan, adanya pemerintahan yang korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan dibungkamnya sistem oposisi terhadap pemerintahan, semuanya telah berubah sejak era Reformasi.[6]
            Dengan adanya reformasi, paling tidak kita telah bisa bernafas lega setelah dikekang kebebasan kita di masa Orde Baru. Suara rakyat yang dulunya tidak dapat tersampaikan di DPR, sekarang sudah benar-benar terwakilkan. Bahkan kita bisa menuntut suara tersebut. Pers yang dulunya tidak dapat bergerak bebas, sekarang sudah dapat memuat berita apa saja dengan bebasnya. Kelompok oposisi yang dulunya diharamkan, sekarang sudah berani berkoar-koar mengkritiki kinerja pemerintah. Bahkan budayawan dan seniman pun dipersilahkan mengkritik pemerintah, kalau memang ada ketidakberesan dalam pemerintahan.
            Namun terlepas dari prestasi-prestasi yang mungkin bisa dianggap baik tersebut, tentunya kita juga tidak bisa terlepas dari berbagai permasalahan pelik rakyat Indonesia. Memang dari setiap fase pemerintahan mempunyai masalah-masalah tersendiri. Ada permasalahan yang tidak muncul ketika Orde Lama, tatapi muncul ketika Orde Baru. Begitu juga masalah yang ada di masa Reformasi. Dari semua rezim yang ada itu, sepertinya sangat menarik untuk ditinjau dan dikaji lebih lanjut, terutama perjalanan reformasi yang ketika lahirnya itu sangat diagung-agungkan.

3. Era Reformasi

            Sejak pertengahan tahun 1997 sampai saat ini, bangsa Indonesia menghadapi krisis moneter dan ekonomi yang sangat berat. Krisis ini ditandai dengan makin terpuruknya nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS, membengkaknya hutang luar negeri yang diluar kemapuan membayar, baik oleh pemerintah atau swasta, serta naiknya harga barang dan jasa produk impor dan produk dalam negeri, termasuk sembako.[7]
            Akibat krisis moneter dan ekonomi sebagian besar perusahaan swasta terpaksa gulung tikar atau mengurangi kegiatannya, sehingga banyak terjadi PHK, dan makin meningkatnya jumlah pengangguran, naiknya harga barang dan jasa, makin menurunnya daya beli masyarakat golongan menengah dan bawah, disertai isyu tentang kelangkaan sembako mengakibatkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Kondisi yang demikian itu memicu adanya gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa. Gerakan reformasi yang murni dari mahasiswa yang menuntut untuk mengadakan perbaikan, ternyata juga dimanfaatkan oleh berbagai pihak dan kelompok masyarakat untuk kepentingannya yang memicu berbagai kerusuhan massal yang menelan korban jiwa dan harta benda yang sangat besar. Kemudian tokoh-tokoh reformasi melancarkan desakan agar Presiden Soeharto lengser baik secara langsung maupun melalui DPR.
            Tuntutan itu akhirnya dapat terwujud dengan pengunduran diri Presiden Soeharto dari kursi pemerintahan pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian digantikan oleh BJ. Habibie. Meskipun sempat terjadi penolakan dari sebagian mahasiswa dengan dipilihnya BJ. Habibie sebagai presiden yang menggantikan Soeharto dengan dalih BJ. Habibie juga bagian dari rezim Orde Baru, tapi pelantikan presiden BJ Habibie tetap dilaksanakan.[8]
            Gerakan reformasi menuntut pembenahan dalam segenap aspek kehidupan, terutama dalam kehidupan politik, ekonomi dan hukum. Reformasi menghendaki kehidupan politik yang lebih demokratis, ekonomi kerakyatan yang berbasis pada potensi atau kekayaan Indonesia serta kepastian dan penegakan hukum yang adil.[9]
            Apresiasi di atas mungkin memang ada benarnya, karena negara Indonesia yang bisa dikatakan berumur sangat dini di tahun 1998, memang sangat berani melakukan reformasi sistem pemerintahan. Perjuangan reformasi ini ternyata tidak sia-sia begitu saja. Di mana sekarang rakyat Indonesia bisa merasakan kebebasan yang sekian lama terkekang. Mungkin itu adalah salah satu catatan indah dalam sejarah pemerintahan Indonesia.

C. ANALISIS

1. Dampak Negatife Dari Era Reformasi

            Lebih dari 10 tahun sudah reformasi berjalan. Tentu ada kemajuan yang dicapai, namun juga pastinya ada kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki. Ada sisi positif dari reformasi, juga ada sisi negatifnya. Tapi yang perlu menjadi bahan evaluasi adalah kekurangan-kekurangan tersebut, meskipun tidak mengesampingkan sisi positifnya.
            Kalau kita perhatikan dan teliti lebih seksama, langkah awal yang kita ambil dalam mereformasi pemerintahan Orde Baru telah menjadi bumerang bagi negara kita sendiri. Kita telah berhasil keluar dari sistem Demokrasi Pancasila Orde Baru yang dikendalikan dengan kekuatan dan kekuasaan militer sungguh merupakan prestasi yang patut dibanggakan. Tapi ketika itu kita belum tahu persis kemana harus melangkah. Demokrasi Pencasila yang telah ditinggalkan, akhirnya digantikan dengan Demokrasi yang diadopsi dari Barat.
            Padahal sistem Demokrasi model ini sangat tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia. Budaya Barat yang mempengaruhi Demokrasinya lebih bersifat liberal tanpa batas, dan lebih mementingkan individualisme.
            Indonesia memiliki budaya, pola pikir, dan pandangan hidup sendiri. Indonesia yang mayoritas Muslim tentu memiliki pandangan hidup dan budaya yang berbeda dengan Barat. Masyarakat Muslim lebih mendahulukan mayoritas dan kepentingan bersama. Menerapkan kebebasan yang sudah pasti ada batas-batasnya. Hal ini tentu saja sangat bertentangan sekali dengan nafas Demokrasi Barat.
            Pada awal-awal reformasi mungkin dampak dari ini semua belum terasa. Tetapi bukan berarti tidak menimbulkan dampak. Bahkan dampak dari asas demokrasi ini sangat besar sekali. Ini akan menyangkut kepada jalannya pemerintahan ke depannya. Dan akhirnya nasib kesejahteraan rakyat berada di dalam tanggungannya.

2. Fakta dan Opini Masyarakat

            Dibawah ini penulis menukil beberapa fakta dan opini dari maysarakat: “Ini Dia bapak reformasi kita, Pak Amien Rais. Ternyata dampak reformasi disamping banyak sisi baiknya, sisi buruknya tak kurang-kurang, antara lain demontrasi yang anarkis, para pendemo seperti tak ada yang ditakuti lagi, pihak keamanan seprti dianggap angin lalu. Rakyat menjerit dan keryawan terkena sistem kontrakan yang disahkan. Maaf, terlepas kekurangan di jaman Orba (Orde Baru) di jaman itu nasib karyawan relatif lebih baik, lebih terjamin masa depannya, PHK jarang terjadi dan karyawan tenang bekerja, tanpa dihantui oleh PHK dan sistem kontrakan! Sekarang, astagfirullah …. nasib karyawan, ya itu tadi, seperti onta perahan, bukan lagi sapi perahan! Nasib karyawan, apa lagi yang karyawan kontrakan, siap “ditendang” kapan saja penguasaha mau.”[10]
            ”Hasil survey mengenai tingkat kepuasan terhadap pemerintahan SBY, sempat dirilis beberapa bulan yang lalu oleh lembaga survei independent, dari hasil survei tersebut, nampak jelas, bahwa ekseptasi atau penerimaan publik terhadap gaya kepemimpinan presiden SBY mulai menurun bahkan terjun bebas, jika dibandingkan dengan tahun-tahun keemasan pak SBY. Namun hasil survei lainnya yang  justru tidak disangka-sangka adalah adanya keinginan dari sebagian masyarakat Indonesia yang rindu dengan gaya kepemimpinan Soehato, sebuah kerinduan akan sifat diktator beliau yang mampu memerintah dengan tangan besi, sehingga tak ada satu elemen bangsa pun pada waktu itu yang berani bersikap kritis. Dampak dari demokrasi yang dikungkung tersebut, ternyata ada positifnya juga, yaitu negara lebih aman dan damai, tak satupun aksi unjuk rasa yang pernah kita saksikan, baik secara langsung maupun melalui layar kaca, semua seolah tampak baik-baik saja, walaupun kenyataan di dalamnya seperti menyimpan bara dalam sekam yang akhirnya meledak pada tragedi 1998.Sejatinya bukan gaya diktator Soeharto itu yang dirindukan oleh masyarakat saat ini, tentu kebebasan demokrasi hasil reformasi tak sedikit juga dampak positifnya, namun kedamaian, iklim berusaha yang kondusif, stabilitas harga bahan pokok, menjadi barang langka saat ini, sehingga masyarakat mencari figur pemimpin yang bisa menciptakan kondisi tersebut, maka tak ayal kalau gaya kepemimpinan mantan presiden Soeharto menjadi pilihan, setelah reformasi yang telah berjalan 13 tahun ini belum menemukan pemimpin sekaliber beliau.”[11]
                        Dalam sebuah program di stasiun TV swasta pernah menampilkan 10 hal yang tidak disenangi rakyat Indonesia di era reformasi. Sumbernya adalah hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Media Group.  Survei tersebut dilakukan kepada masyarakat pengguna telepon residensial di Jakarta, Medan, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Makasar yang dipilih secara acak melalui buku telepon.
            Sepuluh fakta yang tidak disenangi oleh masyarakat pasca reformasi tersebut adalah: harga sembako mahal, tingkat korupsi masih tinggi, meningkatnya angka kriminalitas, ekonomi tidak stabil, kerusuhan meningkat, banyaknya demonstrasi, BBM langka dan mahal, sistem politik semrawut, kebebasan yang tidak bertanggungjawab, serta jumlah pengangguran yang bertambah.[12]
            Terlepas dari survei tersebut, kenyataan yang ada memang juga demikian adanya. Harga BBM sempat terombang-ambing. Korupsi juga masih merajalela. Nuansa perpolitkan semakin mencekam. Banyak terjadi bentrokan yang tak berarti yang terjadi selama Pilkada ataupun Pemilu. Belum lagi bentrokan antar kelompok dan golongan.

D. KESIMPULAN

            Kalau kita amati seksama keadaan sekarang ini di era reformasi dengan perbandingannya kepada Orde Baru, maka tidak ada yang spesial dari sekedar kebebasan-kebebasan yang tanpa kontrol belaka. Bahkan dari isu stabilitas keamanan negara, sepertinya jaman Orde Baru lebih terkontrol daripada di era reformasi.
            Hal ini dapat kita lihat dengan adanya keinginan dari sebagian masyarakat Indonesia dengan gaya kepemimpinan  Soeharto yang mampu memimpin pemerintahan.  Dampak dari orde Baru tersebut ternyata ada positifnya juga, yaitu negara lebih aman dan damai di bandingkan dengan era Reformasi.
            Dari berbagai fakta dan permasalahan yang telah diungkapkan tersebut, maka sudah cukup sekali bila kita jadikan sebagai bahan untuk evaluasi dan introspeksi. Kita semua tentu saja tidak ingin kondisi negara tetap seperti ini saja tanpa adanya kemajuan yang berarti. Untuk itulah kita perlu memikirkan dan mencari jalan keluar dari permasalahan ini.
            Dari pemaparan ini semua, akhirnya menimbulkan kesimpulan, bahwa reformasi yang telah digulingkan di Indonesia hingga sekangan adalah reformasi yang tanpa kontrol.

E. DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Adit, dkk, PEMBANGUNAN POLITIK Beberapa Aspek Perubahaan Sosial dan Ekonomi, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1986, cet. 1.
 Irma Ariany Syam, “ Dinamika Politik Indonesia “ dalam http://iashubby.blogspot.com/2009/08/dinamika-politikindonesia.htlm. (diakses 18-11-11).
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008).
Suryosumarto, Budisantoso, KETAHANAN NASIONAL INDONESIA Penangkal Disintegrasi Bangsa dan Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001, cet. 1.
www.kompasiana.com



[1]Adit Alwi, dkk, PEMBANGUNAN POLITIK Beberapa Aspek Perubahaan Sosial dan Ekonomi, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1986), hal.1.
[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hal. 535.
[3] KBBI Offline, versi 1.3.
[4]Perubahan secara drastis untuk perbaikan dalam suatu masyarakat atau negara yang meliputi bidang sosial, politik, atau agama.(KBBI, hal. 1184).            
[5] Irma Ariany Syam, “ Dinamika Politik Indonesia “ dalam http://iashubby.blogspot.com/2009/08/dinamika-politikindonesia.htlm. (diakses 18-11-11)
[7] Budisantoso Suryosumarto, Ketahanan Nasional Indonesia Penangkal Disintegrasi Bangsa Dan Negara, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal. 175.

[8] Ibid, hal. 176.
[9]Ibid, hal. 13.
[10] Syaripudin Zuhri, Amien Rais, Reformasi Dan Onta, (www.Compasiana.com OPINI, 25 October 2010).
[11]Aunurrafiq Abdullah, Merindu Soeharto, (www.compasiana.com, OPINI, 16 September 2011).

0 comments to “MODERNISASI DAN DINAMIKA POLITIK ”

Posting Komentar