Saudara saudariku, kita hidup di zaman yang aneh dimana saya
meyakini bahwa jalan untuk memperbaiki keadaan adalah dengan memperbaiki hati
dari kebencian, dengki, dan dari perpecahan diantara kita. Akibat dari
keburukan-keburukan ini, musuh-musuh telah menguasai kita. Mengapa? Karena
mereka melihat kita menjadi sangat lemah dan terpecah belah. Salah satu alasan
kita berada dalam keadaan yang demikian karena hati-hati kita telah menjadi
sakit, apakah sakit karena nafsu syahwat atau karena syubhat. Allah ta’ala berfirman mengenai penyakit
hati:
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS
Al-Ahzab [33] : 32)
Penyakit hati telah menyebabkan kita meninggalkan shalat kita dan
demikian juga agama kita, karena hati kita telah terobsesi dengan penumpukan
harta lalu menghabiskannya untuk nafsu dunia. Lihatlah diri kita, perhatian
kita semua adalah uang untuk memenuhi keinginan kita. Penyakit lain yaitu
syubhat. Disebabkan kurangnya ilmu kita mengalami keraguan di dalam hati.
Sebagai akibatnya kita terpecah dalam kelompok-kelompok, pedang diarahkan
kepada pemerintah kita, pengkafiran antara satu sama lain bahkan sampai
seseorang mengkafirkan orang tuanya dan shalat ditinggalkan dari masjid-masjid.
Allah ta’ala ta’ala menyebutkan tentang penyakti ini dalam
firman-Nya:
“Dalam hati mereka ada
penyakit, lalu ditambah Allah ta’ala
penyakitnya.” (QS Al-
Baqarah [1] : 10)
Apabila penuntut ilmu duduk dengan seseorang dengan gambaran
seperti itu, dia akan dengan mudah melihat penyakit perpecahan, kebencian dan kedengkian.
Keadaan kita saat ini dan situasi yang menyedihkan telah meneybabkan
musuh-musuh kita menaklukkan, mengalahkan dan mempermalukan kita. Mereka telah
membesar-besarkan kelemahan kita dan sedemikian tanpa ampun meningkatkan
keraguan kita, kebingungan, dan perpecahan diantara kita. Mereka mencapai ini dengan cara membajiri kita
dengan keinginan-keinginan hawa nafsu, seperti televisi, internet, uang dan
wanita. Semua ini telah menambah kelemahan kita dan sebagai akibatnya mereka
menguasai kita.
Saudara saudariku, perkara hati bukanlah merupakan persoalan yang
remeh. Jika kita semua menaruh perhatian terhadap perbaikannya, maka kaum Muslimin
akan menjadi lebih baik dengannya. Akibat dari hati yang tidak sehat dapat
dilihat kepada orang-orang yang berbicara mengenai jihad, manakala mereka
bertempat tinggal disebelah masjid namun tidak melaksanakan shalat (di masjid).
Saya katakan kepada orang yang demikian: “Wahai engkau yang berbicara tentang
jihad, dimana dirimu pada saat fajar?” Kami tidak melihatmu di halaqah ilmu,
atau di majelis dimana Al-Qur’an dipelajari. Mengapa? Karena hatimu telah
menjadi rusak.
Perlu bagi kita untuk memahami pentingnya hati, sehinga
masing-masing dari kita menempatkan hati kita tepat dihadapan kita dan bekerja
siang dan malam untuk memperbaikinya.
Perkara pertama yang
menyangkut hati adalah bahwa ia adalah organ di dalam tubuh yang mengontrol
peredaran darah dan jika dia berhenti maka tubuh otomatis akan mati. Hati
adalah salah satu alasan kebahagiaan hidup di dunia ini dan kehidupan setelahnya.
Pada saat yang sama juga menjadi sebab penyesalan dan kepedihan hidup.
Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah bahwa di dalam
tubuh ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu
baik; dan apabila segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak.
Ketahuilah, dia itu adalah hati.”
Tubuh, yang hatinya memiliki iman dan aqidah yang benar akan
memeperoleh banyak manfaat dalam hidupnya. Hal ini akan membawa seseorang untuk
melakukan perbuatan ketaatan seperti
merendahkan pandangannya di jalan,mendengar hanya pada apa yang disenangi Allah
ta’ala dan berbicara dari apa-apa yang baik dengan lidahnya. Karenanya
seluruh kehidupannya menjadikannya seseorang yang diridhai Tuhannya.
Persamaan hati yang murni dan kuat seperti seorang komandan yang
lurus yang akan menjadikan tentara-tentara yang lurus. Dari sini jelas bahwa
hati yang lurus hanya akan membuahkan perbuatan yang lurus. Sebaliknya, apabila
hati sakit maka demikian pula seluruh tubuh. Sehingga hati akan condong kepada
nafsu akan musik, rokok, dan segala bentuk dosa lainnya.
Kedua: hati merupakan alat untuk memperoleh ilmu.
Ilmu ini dapat diperoleh melalui mendengar, memperhatikan dan
meyakinkan dengan hati. Semua kita lahir ke dunia ini tanpa mengetahui apapun.
Jangan berpikir bahwa ada orang yang terlahir sebagai ulama, namun sebaliknya
seseorang harus bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Kita berusaha dengan seluruh
kemampuan kita untuk memperoleh pendidikan sekuler sampai mencapai gelar
Doktor, yang dalam pandangan Allah ta’ala tidak berarti apa-apa. Namun
demikian, jika itu menyangkut menuntut ilmu agama yang indah ini, maka kita
hanya menggunakan sedikit kemampuan. Allah ta’ala berfimran:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.” (QS An-Nahl
[16] : 78)
Inilah sebabnya mengapa Allah ta’ala memberikan kita
pendengaran, penglihatan dan hati. Sebaliknya, kita tidak menggunakannya untuk
menuntut ilmu dan karenanya kita jatuh kedalam maksiat, ini adalah kejahatan.
Ini semua adalah anugerah dari Allah ta’ala yang dengannya tanpa ragu
lagi kita akan ditanyai tentangnya pada hari kiamat. Maka hati adalah alasan
untuk mempelajari dan memahami agama yang agung ini.
Ketiga: hati adalah tempatnya niat.
Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya seluruh amal
perbuatan itu dengan niat…”
Dari sini saya bertanya kepada anda, darimana niat itu berasal?
Bukankah itu dari hati? Jika niat kita yang terpancar dari hati murni dan hanya
mencari keridhaan Allah ta’ala maka Dia akan menerima amalan kita pada
hari kiamat. Hal ini dapat digambarkan dari hadits Bukhari dan Muslim, dimana
tiga orang laki-laki terperangkap di dalam gua, mereka semua memohon kepada Allah
ta’ala melalui amal-amal baik mereka, dan Allah ta’ala menyelamatkan
mereka dari kematian. Mengapa? Karena mereka ikhlas hanya kepada Allah ta’ala,
yang menunjukkan betapa pentingnya amal shalih dan bagaimana ia dapat menyelamatkan
seseorang dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang. Namun demikian,
jika amalan itu ditujukan kepada selain Allah ta’ala maka akan ditolak
oleh-Nya pada hari kiamat. Hadits yang juga dikeluarkan oleh Bukhari dan
Muslim, mengabarkan kepada kita mengenai tiga orang yang pertama kali menjadi
bahan bakar api neraka:
"Sesungguhnya orang yang paling pertama diadili pada hari
kiamat adalah seseorang yang mati syahid, ia didatangkan dan ditanyakan
ni'mat-ni'matnya, lalu ia mengakuinya. Dia berfirman : "Apakah yang kamu
amalkan di dunia ? ". Ia menjawab : "Saya berperang sampai mati
syahid". Dia berfirman : "Kamu berdusta, tetapi kamu berperang agar
dikatakan sebagai pemberani dan itu telah dikatakan". Kemudian ia
diperintahkan, lalu wajahnya ditarik sehingga ia dilemparkan kedalam neraka.
Seorang yang memperlajari Ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur'an
didatangkan. Nikmat-nikmatnya, ditanyakan dan ia mengakuinya. Dia berfirman :
"Apakah yang kamu kerjakan di dunia ?". Ia menjawab : "Saya
mempelajari Ilmu, mengajarkannya, dan saya
membaca Qur'an karena-Mu". Dia berfirman : "Kamu berdusta,
karena kamu mempelajari Ilmu agar dikatakan pandai dan kamu membaca Al Qur'an
agar dikatakan sebagai qari', dan itu semua telah diucapkan". Kemudian diperintahkan,
lalu wajahnya ditarik sampai dicampakkan kedalam neraka. Dan seorang yang
diberi kelapangan oleh Allah ta’ala
dan diberi berbagai macam seluruh harta didatangkan dan ditanyakan
ni'mat-ni'matnya lalu ia mengakuinya. Dia berfirman : "Apakah yang kamu
kerjakan di dunia ?". Ia menjawab : "Saya tidak meninggalkan jalan
yang mana engkau senang untuk di infakkannya (harta) melainkan saya
menginfakkannya karena-Mu". Dia berfirman : "Kamu berdusta, tetapi
kamu kerjakan agar dikatakan sebagai dermawan, dan itu telah dikatakan".
Ia diperintahkan, lalu ditarik wajahnya kemudian dilemparkan kedalam
neraka".
Sebagaimana yang dapat dilihat, semua amalan tertolak tanpa
keikhlasan. Orang-orang yang beramal untuk (tujuan) selain Allah ta’ala
akan menjadi orang yang paling pertama dibakar dalam api neraka sebagaimana
ketiga kasus yang disebutkan dalam hadits di atas. Sebaliknya, ketiga orang
yang berada di dalam goa selamat, karena Allah ta’ala menerima amalan
mereka. Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban berdasarkan niatnya. Bila
dia berniat untuk melaksanakan kejahatan namun tertahan dari mengerjakannya (bukan
karena pilihannya sendiri), Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
”Apabila berhadapan dua orang Muslim dengan pedangnya
masing-masing, maka baik yang membunuh maupun yang dibunuh masuk neraka.”
Seorang Sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah, itu layak bagi yang membunuh,
tetapi bagaimana dengan yang terbunuh?” Beliau menjawab: ”Sesungguhnya dia
(yang terbunuh) juga berkehendak membunuh Sahabatnya itu.”
Orang yang terbunuh yang disebutkan dalam hadits berniat untuk
membunuh lawannya namun dia tertahan dari melakukannya. Perkara keempat
mengenai hati: bahwa hati adalah tempat Al-Qur’an. Dalilnya terdapat dalam
firman Allah ta’ala:
“Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad)
agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,’ (QS Asy-Syu’ara [26] : 192-194)
Kita seringkali bertanya pada diri sendiri mengapa kita tidak dapat
menghafalnya? Mengapa begitu sukar? Karena hati kita sakit. Jika siang dan
malam hati kita hanya mendengarkan musik, pembicaraan maksiat dan dirusak oleh
kejahatan dunia, bagaimana kita dapat menghafalkan Al-Qur’an? Jika engkau
memenuhi sebuah cangkir dengan air lalu engkau mencoba menambahkan teh atau
susu atau air lagi, kemana dia akan pergi? Saudarasaudari , hati adalah tempat
Al-Qur’an maka penting untuk menjaganya agar tetap murni dari segala jenis
kerusakan jika kita benar-benar ingin menghafalkan Al-Qru’an.
Kelima, hati adalah tempat yang dilihat Allah ta’ala.
Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah ta’ala
tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak pula kepada
bentuk-bentuk rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian.”
Allah ta’ala tidak suka melihat kebencian di hati kita,
syirik, hasad, dan racun-racun hati lainnya. Sebaliknya Dia ridha melihat hati
kita bersih, suci dan dipenuhi ketaqwaan, keshalihan dan cinta. Dia melihat
hati dan perbuatan kita, jika keduanya sesuai dengan sunnah Rasulullah Salallohu
‘alaihi wa sallam. Namun, dengan sangat menyesal, kita lebih menaruh
perhatian kepada penampilan luar kita, sedangkan penampilan didalam diri, yakni
hati, kita tidak menjaganya murni untuk Allah ta’ala.
Keenam, hati adalah tempatnya Taqwa.
Orang selalu berkata kepada kami, “Tapi syaikh, iman tempatnya di
dalam hati.” Bagi mereka, janggut, shalat, dan hijab tidaklah penting. Yang
paling penting bagi mereka adalah apa yang berada di dalam hati.
Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam menerangkan dalam
sebuah riwayat apa yang sebenarnya terdapat di dalam hati:
“Taqwa itu tempatnya disini
(beliau mengisyaratkan ke dadanya tiga kali)”
Allah ta’ala menggambarkan orang-orang yang bertaqwa
(Muttaqin) sebagai orang-orang yang bersedekah dan hati mereka dipenuhi rasa takut dan mereka
membandingkan amalan baik satu sama lain.
Allah ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang
memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena
mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka
itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang orang yang
segera memperolehnya.”(QS Al-Mu’minun
[23] : 60-61)
Aisyah radhialloh ‘anha berkata:
“Aku bertanya kepada Rasulullah tentang ayat tersebut, “Apakah
mereka itu orang yang meminum khamr, berzina dan mencuri?” Beliau menjawab:
“Bukan wahai puteri As-Siddiq. Mereka adalah orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah,
namun mereka khawatir kalau-kalau amal yang mereka lakukan itu tidak diterima
oleh Allah ta’ala. Mereka itulah sebenarnya orang yang berlombalomba dalam
berbuat amal kebajikan.”
Karena taqwa bercabang dari hati, ini menunjukkan pentingnya untuk meletakkan
ketaqwaan diatasnya.
Ketujuh, hati adalah anugerah dari Allah ta’ala dan Dia akan menanyakan kepada kita pada hari kiamat. Allah ta’ala
berfirman:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya.” (QS
Al-Isra [17] : 36)
Wahai Muslim, jelas dalam ayat ini bahwa Allah ta’ala akan
dan pasti akan bertanya kepadamu mengenai hatimu.
Kedelapan, hati adalah tempatnya penyakit. Allah ta’ala berfirman:
“Dalam hati mereka ada penyakit , lalu ditambah Allah ta’ala
penyakitnya.” (QS Al-Baqarah
[2] : 10)
Penyakit hati yang disebutkan dalam ayat di atas syubhat dan
kemunafikan.
Allah ta’ala berfirman:
“Maka janganlah kamu tunduk
dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS
Al-Ahzab [33] : 32)
Jika hati menjadi sakit dan akhirnya mati maka orang yang (memiliki
hati) demikian akan tersesat.
Kesembilan, hati berubah dan terbolak-balik.
Itulah sebabnya disebut Qalb, karena ia berbolak-balik dan keadaannya
senantiasa berubah. Jika, misalnya, seseorang duduk di depan televisi dan
mendengarkan berita, dia melupakan shalat dan beribadah kepada Allah ta’ala,
orang tersebut berpindah dari keadaan beriman kepada tidak beriman. Wajib bagi
kita, wahai saudara dan saudari Muslim, ketika kita mengakui rencana non
Muslim, (untuk) menyatakan perang dan bersatu untuk tegak berdiri di atas agama
kita, meningkatkan iman kita dan yakin bahwa Allah ta’ala akan
membukakan jalan bagi kita.
Memiliki ilmu mengenai pentingnya hati akan membantu kita untuk memperbaikinya.
Tapi apa yang menahan kita dari melakukannya? Mengapa kita tidak berhenti
merokok wahai saudaraku? Karena penyakit hati.
Mengapa kita tidak shalat fajar di masjid? Mengapa kita mencukur
janggut? Mengapa para wanita kita keluar rumah tanpa hijab yang sempurna?
Mengapa kita menghabiskan sepanjang malam dengan tidur dan tidak mendirikan
shalat malam? Apa yang menghentikan kita dari membayar zakat? Apa yang
menghentikan kita dari menutup kedai-kedai kita ketika waktu shalat tiba agar
kita mendirikan shalat? Apa yang menghentikan kita dari menghafalkan kitabullah
dan memperbaiki hubungan dengan saudara atau saudari yang dengannya hubungan
kita menjadi jauh sepuluh tahun terakhir?
Apa yang menghentikan kita dari berbuat baik kepada orang tua?
Jawaban yang tidak dapat diingkari dari semua pertanyaan ini adalah karena hati
kita sakit.
Setiap orang yang mengetahui kesalahan atau kekurangannya harus
mulai memperbaikinya dan jika ini tercapai, maka seluruh hidupnya akan berubah.
Kita harus memperbaiki mata, hati, pikiran dan tangan kita dan kemudian kita akan
merasakan bahwa hati kita menjadi (lebih baik), bersih dan murni, sebagaimana Rasulullah
Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah riwayat:
“Ketahuilah bahwa di dalam
tubuh ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu
baik; dan apabila segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak.
Ketahuilah, dia itu adalah hati.”