Musyrif Sejati Berdakwah Dengan Sentuhan Hati

Rabu, 16 Januari 2013

Penyakit Hati dan Obatnya (Bag. 1)

,

Saudara saudariku, kita hidup di zaman yang aneh dimana saya meyakini bahwa jalan untuk memperbaiki keadaan adalah dengan memperbaiki hati dari kebencian, dengki, dan dari perpecahan diantara kita. Akibat dari keburukan-keburukan ini, musuh-musuh telah menguasai kita. Mengapa? Karena mereka melihat kita menjadi sangat lemah dan terpecah belah. Salah satu alasan kita berada dalam keadaan yang demikian karena hati-hati kita telah menjadi sakit, apakah sakit karena nafsu syahwat atau karena syubhat. Allah  ta’ala berfirman mengenai penyakit hati:
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS Al-Ahzab [33] : 32)
Penyakit hati telah menyebabkan kita meninggalkan shalat kita dan demikian juga agama kita, karena hati kita telah terobsesi dengan penumpukan harta lalu menghabiskannya untuk nafsu dunia. Lihatlah diri kita, perhatian kita semua adalah uang untuk memenuhi keinginan kita. Penyakit lain yaitu syubhat. Disebabkan kurangnya ilmu kita mengalami keraguan di dalam hati. Sebagai akibatnya kita terpecah dalam kelompok-kelompok, pedang diarahkan kepada pemerintah kita, pengkafiran antara satu sama lain bahkan sampai seseorang mengkafirkan orang tuanya dan shalat ditinggalkan dari masjid-masjid. Allah ta’ala ta’ala menyebutkan tentang penyakti ini dalam firman-Nya:

 “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah ta’ala penyakitnya.” (QS Al-
Baqarah [1] : 10)
Apabila penuntut ilmu duduk dengan seseorang dengan gambaran seperti itu, dia akan dengan mudah melihat penyakit perpecahan, kebencian dan kedengkian. Keadaan kita saat ini dan situasi yang menyedihkan telah meneybabkan musuh-musuh kita menaklukkan, mengalahkan dan mempermalukan kita. Mereka telah membesar-besarkan kelemahan kita dan sedemikian tanpa ampun meningkatkan keraguan kita, kebingungan, dan perpecahan diantara kita.  Mereka mencapai ini dengan cara membajiri kita dengan keinginan-keinginan hawa nafsu, seperti televisi, internet, uang dan wanita. Semua ini telah menambah kelemahan kita dan sebagai akibatnya mereka menguasai kita.

Saudara saudariku, perkara hati bukanlah merupakan persoalan yang remeh. Jika kita semua menaruh perhatian terhadap perbaikannya, maka kaum Muslimin akan menjadi lebih baik dengannya. Akibat dari hati yang tidak sehat dapat dilihat kepada orang-orang yang berbicara mengenai jihad, manakala mereka bertempat tinggal disebelah masjid namun tidak melaksanakan shalat (di masjid). Saya katakan kepada orang yang demikian: “Wahai engkau yang berbicara tentang jihad, dimana dirimu pada saat fajar?” Kami tidak melihatmu di halaqah ilmu, atau di majelis dimana Al-Qur’an dipelajari. Mengapa? Karena hatimu telah menjadi rusak.
Perlu bagi kita untuk memahami pentingnya hati, sehinga masing-masing dari kita menempatkan hati kita tepat dihadapan kita dan bekerja siang dan malam untuk memperbaikinya.
Perkara pertama yang menyangkut hati adalah bahwa ia adalah organ di dalam tubuh yang mengontrol peredaran darah dan jika dia berhenti maka tubuh otomatis akan mati. Hati adalah salah satu alasan kebahagiaan hidup di dunia ini dan kehidupan setelahnya. Pada saat yang sama juga menjadi sebab penyesalan dan kepedihan hidup.
Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.”
Tubuh, yang hatinya memiliki iman dan aqidah yang benar akan memeperoleh banyak manfaat dalam hidupnya. Hal ini akan membawa seseorang untuk melakukan perbuatan  ketaatan seperti merendahkan pandangannya di jalan,mendengar hanya pada apa yang disenangi Allah ta’ala dan berbicara dari apa-apa yang baik dengan lidahnya. Karenanya seluruh kehidupannya menjadikannya seseorang yang diridhai Tuhannya.
Persamaan hati yang murni dan kuat seperti seorang komandan yang lurus yang akan menjadikan tentara-tentara yang lurus. Dari sini jelas bahwa hati yang lurus hanya akan membuahkan perbuatan yang lurus. Sebaliknya, apabila hati sakit maka demikian pula seluruh tubuh. Sehingga hati akan condong kepada nafsu akan musik, rokok, dan segala bentuk dosa lainnya.
Kedua: hati merupakan alat untuk memperoleh ilmu.
Ilmu ini dapat diperoleh melalui mendengar, memperhatikan dan meyakinkan dengan hati. Semua kita lahir ke dunia ini tanpa mengetahui apapun. Jangan berpikir bahwa ada orang yang terlahir sebagai ulama, namun sebaliknya seseorang harus bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Kita berusaha dengan seluruh kemampuan kita untuk memperoleh pendidikan sekuler sampai mencapai gelar Doktor, yang dalam pandangan Allah ta’ala tidak berarti apa-apa. Namun demikian, jika itu menyangkut menuntut ilmu agama yang indah ini, maka kita hanya menggunakan sedikit kemampuan. Allah ta’ala berfimran:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl [16] : 78)
Inilah sebabnya mengapa Allah ta’ala memberikan kita pendengaran, penglihatan dan hati. Sebaliknya, kita tidak menggunakannya untuk menuntut ilmu dan karenanya kita jatuh kedalam maksiat, ini adalah kejahatan. Ini semua adalah anugerah dari Allah ta’ala yang dengannya tanpa ragu lagi kita akan ditanyai tentangnya pada hari kiamat. Maka hati adalah alasan untuk mempelajari dan memahami agama yang agung ini.
Ketiga: hati adalah tempatnya niat.
Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat…”
Dari sini saya bertanya kepada anda, darimana niat itu berasal? Bukankah itu dari hati? Jika niat kita yang terpancar dari hati murni dan hanya mencari keridhaan Allah ta’ala maka Dia akan menerima amalan kita pada hari kiamat. Hal ini dapat digambarkan dari hadits Bukhari dan Muslim, dimana tiga orang laki-laki terperangkap di dalam gua, mereka semua memohon kepada Allah ta’ala melalui amal-amal baik mereka, dan Allah ta’ala menyelamatkan mereka dari kematian. Mengapa? Karena mereka ikhlas hanya kepada Allah ta’ala, yang menunjukkan betapa pentingnya amal shalih dan bagaimana ia dapat menyelamatkan seseorang dalam kehidupan ini dan kehidupan yang akan datang. Namun demikian, jika amalan itu ditujukan kepada selain Allah ta’ala maka akan ditolak oleh-Nya pada hari kiamat. Hadits yang juga dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, mengabarkan kepada kita mengenai tiga orang yang pertama kali menjadi bahan bakar api neraka:
"Sesungguhnya orang yang paling pertama diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid, ia didatangkan dan ditanyakan ni'mat-ni'matnya, lalu ia mengakuinya. Dia berfirman : "Apakah yang kamu amalkan di dunia ? ". Ia menjawab : "Saya berperang sampai mati syahid". Dia berfirman : "Kamu berdusta, tetapi kamu berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan itu telah dikatakan". Kemudian ia diperintahkan, lalu wajahnya ditarik sehingga ia dilemparkan kedalam neraka. Seorang yang memperlajari Ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur'an didatangkan. Nikmat-nikmatnya, ditanyakan dan ia mengakuinya. Dia berfirman : "Apakah yang kamu kerjakan di dunia ?". Ia menjawab : "Saya mempelajari Ilmu, mengajarkannya, dan saya
membaca Qur'an karena-Mu". Dia berfirman : "Kamu berdusta, karena kamu mempelajari Ilmu agar dikatakan pandai dan kamu membaca Al Qur'an agar dikatakan sebagai qari', dan itu semua telah diucapkan". Kemudian diperintahkan, lalu wajahnya ditarik sampai dicampakkan kedalam neraka. Dan seorang yang diberi kelapangan oleh Allah ta’ala dan diberi berbagai macam seluruh harta didatangkan dan ditanyakan ni'mat-ni'matnya lalu ia mengakuinya. Dia berfirman : "Apakah yang kamu kerjakan di dunia ?". Ia menjawab : "Saya tidak meninggalkan jalan yang mana engkau senang untuk di infakkannya (harta) melainkan saya menginfakkannya karena-Mu". Dia berfirman : "Kamu berdusta, tetapi kamu kerjakan agar dikatakan sebagai dermawan, dan itu telah dikatakan". Ia diperintahkan, lalu ditarik wajahnya kemudian dilemparkan kedalam neraka".
Sebagaimana yang dapat dilihat, semua amalan tertolak tanpa keikhlasan. Orang-orang yang beramal untuk (tujuan) selain Allah ta’ala akan menjadi orang yang paling pertama dibakar dalam api neraka sebagaimana ketiga kasus yang disebutkan dalam hadits di atas. Sebaliknya, ketiga orang yang berada di dalam goa selamat, karena Allah ta’ala menerima amalan mereka. Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban berdasarkan niatnya. Bila dia berniat untuk melaksanakan kejahatan namun tertahan dari mengerjakannya (bukan karena pilihannya sendiri), Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Apabila berhadapan dua orang Muslim dengan pedangnya masing-masing, maka baik yang membunuh maupun yang dibunuh masuk neraka.” Seorang Sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah, itu layak bagi yang membunuh, tetapi bagaimana dengan yang terbunuh?” Beliau menjawab: ”Sesungguhnya dia (yang terbunuh) juga berkehendak membunuh Sahabatnya itu.”
Orang yang terbunuh yang disebutkan dalam hadits berniat untuk membunuh lawannya namun dia tertahan dari melakukannya. Perkara keempat mengenai hati: bahwa hati adalah tempat Al-Qur’an. Dalilnya terdapat dalam firman Allah ta’ala:
“Dan sesungguhnya Al Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan,’ (QS Asy-Syu’ara [26] : 192-194)
Kita seringkali bertanya pada diri sendiri mengapa kita tidak dapat menghafalnya? Mengapa begitu sukar? Karena hati kita sakit. Jika siang dan malam hati kita hanya mendengarkan musik, pembicaraan maksiat dan dirusak oleh kejahatan dunia, bagaimana kita dapat menghafalkan Al-Qur’an? Jika engkau memenuhi sebuah cangkir dengan air lalu engkau mencoba menambahkan teh atau susu atau air lagi, kemana dia akan pergi? Saudarasaudari , hati adalah tempat Al-Qur’an maka penting untuk menjaganya agar tetap murni dari segala jenis kerusakan jika kita benar-benar ingin menghafalkan Al-Qru’an.
Kelima, hati adalah tempat yang dilihat Allah ta’ala.
Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Sesungguhnya Allah ta’ala tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak pula kepada bentuk-bentuk rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian.”
Allah ta’ala tidak suka melihat kebencian di hati kita, syirik, hasad, dan racun-racun hati lainnya. Sebaliknya Dia ridha melihat hati kita bersih, suci dan dipenuhi ketaqwaan, keshalihan dan cinta. Dia melihat hati dan perbuatan kita, jika keduanya sesuai dengan sunnah Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam. Namun, dengan sangat menyesal, kita lebih menaruh perhatian kepada penampilan luar kita, sedangkan penampilan didalam diri, yakni hati, kita tidak menjaganya murni untuk Allah ta’ala.
Keenam, hati adalah tempatnya Taqwa.
Orang selalu berkata kepada kami, “Tapi syaikh, iman tempatnya di dalam hati.” Bagi mereka, janggut, shalat, dan hijab tidaklah penting. Yang paling penting bagi mereka adalah apa yang berada di dalam hati.
Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam menerangkan dalam sebuah riwayat apa yang sebenarnya terdapat di dalam hati:
 “Taqwa itu tempatnya disini (beliau mengisyaratkan ke dadanya tiga kali)”
Allah ta’ala menggambarkan orang-orang yang bertaqwa (Muttaqin) sebagai orang-orang yang bersedekah dan hati mereka dipenuhi rasa takut dan mereka membandingkan amalan baik satu sama lain.
Allah ta’ala berfirman:
 “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang orang yang segera memperolehnya.”(QS Al-Mu’minun [23] : 60-61)
Aisyah radhialloh ‘anha berkata:
“Aku bertanya kepada Rasulullah tentang ayat tersebut, “Apakah mereka itu orang yang meminum khamr, berzina dan mencuri?” Beliau menjawab: “Bukan wahai puteri As-Siddiq. Mereka adalah orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, namun mereka khawatir kalau-kalau amal yang mereka lakukan itu tidak diterima oleh Allah ta’ala. Mereka itulah sebenarnya orang yang berlombalomba dalam berbuat amal kebajikan.”
Karena taqwa bercabang dari hati, ini menunjukkan pentingnya untuk meletakkan ketaqwaan diatasnya.
Ketujuh, hati adalah anugerah dari Allah ta’ala dan Dia akan menanyakan kepada kita pada hari kiamat. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS Al-Isra [17] : 36)
Wahai Muslim, jelas dalam ayat ini bahwa Allah ta’ala akan dan pasti akan bertanya kepadamu mengenai hatimu.
Kedelapan, hati adalah tempatnya penyakit. Allah ta’ala berfirman:
“Dalam hati mereka ada penyakit , lalu ditambah Allah ta’ala penyakitnya.” (QS Al-Baqarah [2] : 10)
Penyakit hati yang disebutkan dalam ayat di atas syubhat dan kemunafikan.
Allah ta’ala berfirman:
 “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang
yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS Al-Ahzab [33] : 32)
Jika hati menjadi sakit dan akhirnya mati maka orang yang (memiliki hati) demikian akan tersesat.
Kesembilan, hati berubah dan terbolak-balik.
Itulah sebabnya disebut Qalb, karena ia berbolak-balik dan keadaannya senantiasa berubah. Jika, misalnya, seseorang duduk di depan televisi dan mendengarkan berita, dia melupakan shalat dan beribadah kepada Allah ta’ala, orang tersebut berpindah dari keadaan beriman kepada tidak beriman. Wajib bagi kita, wahai saudara dan saudari Muslim, ketika kita mengakui rencana non Muslim, (untuk) menyatakan perang dan bersatu untuk tegak berdiri di atas agama kita, meningkatkan iman kita dan yakin bahwa Allah ta’ala akan membukakan jalan bagi kita.
Memiliki ilmu mengenai pentingnya hati akan membantu kita untuk memperbaikinya. Tapi apa yang menahan kita dari melakukannya? Mengapa kita tidak berhenti merokok wahai saudaraku? Karena penyakit hati.
Mengapa kita tidak shalat fajar di masjid? Mengapa kita mencukur janggut? Mengapa para wanita kita keluar rumah tanpa hijab yang sempurna? Mengapa kita menghabiskan sepanjang malam dengan tidur dan tidak mendirikan shalat malam? Apa yang menghentikan kita dari membayar zakat? Apa yang menghentikan kita dari menutup kedai-kedai kita ketika waktu shalat tiba agar kita mendirikan shalat? Apa yang menghentikan kita dari menghafalkan kitabullah dan memperbaiki hubungan dengan saudara atau saudari yang dengannya hubungan kita menjadi jauh sepuluh tahun terakhir?
Apa yang menghentikan kita dari berbuat baik kepada orang tua? Jawaban yang tidak dapat diingkari dari semua pertanyaan ini adalah karena hati kita sakit.
Setiap orang yang mengetahui kesalahan atau kekurangannya harus mulai memperbaikinya dan jika ini tercapai, maka seluruh hidupnya akan berubah. Kita harus memperbaiki mata, hati, pikiran dan tangan kita dan kemudian kita akan merasakan bahwa hati kita menjadi (lebih baik), bersih dan murni, sebagaimana Rasulullah Salallohu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah riwayat:
 “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.”

0 comments to “Penyakit Hati dan Obatnya (Bag. 1)”

Posting Komentar