Dakwah
ke jalan Alloh Ta’ala merupakan ketaatan yang paling mulia dan qurobah
(pendekatan diri/ibadah) yang paling agung. Dakwah merupakan seutama-utama
pergerakan yang mengarahkan semangat yang tinggi dan kemauan yang kuat,
sebagaimana firman Alloh Ta’ala :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ
صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang
yang menyerah diri?” (QS Fushshilat : 33)
Alloh
pun juga telah menyediakan bagi (orang yang) berdakwah, ganjaran yang besar dan
pahala yang berlimpah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
من دعا إلى هدى كان له من الأجر مثل أجور من تبعه دون أن ينقص من
أجورهم شيء
“Barangsiapa
yang mengajak kepada petunjuk, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala
orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala orang yang mengikutinya
tersebut sedikitpun.” (HR Muslim).
Wajib
bagi para da’i yang berdakwah di jalan Alloh, agar berhias dengan adab-adab
yang dapat menghantarkan dakwahnya kepada kesuksesan, dan diantara adab-adab
tersebut adalah :
Pertama
: Ikhlas di dalam dakwah
Ikhlas
di dalam dakwah ke jalan Alloh Azza wa Jalla merupakan adab yang paling agung
dan merupakan esensi dakwah serta merupakan pondasi keberhasilan amal dakwah.
Dakwah ke jalan Alloh adalah ibadah untuk bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada
Alloh Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan ikhlas merupakan salah satu syarat
diterimanya suatu ibadah. Alloh Ta’ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” (QS
al-Bayyinah : 5)
Maka
wajib bagi setiap da’i supaya mengikhlaskan dakwahnya hanya kepada Alloh,
janganlah ia beramal atas dasar riya’ (pamer agar dilihat orang) dan sum’ah
(pamer agar didengar orang), dan jangan pula untuk mengambil dunia dan
reruntuhan yang fana (tidak kekal) lagi akan lenyap. Namun hendaklah lisannya
senantiasa mengucapkan :
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ
“Katakanlah:
Aku tidak meminta upah sedikitpun kepada kamu dalam menyampaikan risalah.” (QS
al-Furqon : 57)
Maka
janganlah ia di dalam dakwahnya mencari bagian (harta), kedudukan dan jangan
pula syuhroh (popularitas), namun wajib baginya beramal hanya mengharapkan
wajah Alloh Ta’ala semata.
Kedua
: Ilmu
Wajib
bagi para da’i untuk menuntut ilmu yang bermanfaat, yang diwariskan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Hendaklah ia berdakwah di atas bashiroh
(keterangan yang jelas), karena Alloh berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ
وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah:
Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu)
kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik". (QS Yusuf : 108)
Apabila
Ilmu syar’i itu wajib bagi setiap muslim, hanyasaja kewajibannya lebih
ditekankan dan diharuskan lagi bagi da’i, dikarenakan perkaranya tidak
dikhususkan hanya melulu kepadanya, namun juga kembali kepada selainnya. Oleh
karena itu, seorang haruslah berupaya memahami tingkatan yang memadai tentang
hakikat Islam dan hukum-hukum syariat, sehingga manusia menjadi yakin dengan
ilmunya dan menerima dakwahnya.
Ketiga
: Mengamalkan Ilmu
Hal
ini termasuk perkara yang penting di dalam kehidupan seorang da’i. Seorang da’i
tanpa amal bagaikan seorang pemanah tanpa busur. Karena Alloh Subhanahu wa
Ta’ala sendiri telah mencela orang-orang yang berupaya melakukan perbaikan
terhadap manusia namun melupakan diri mereka sendiri. Alloh Ta’ala berfirman :
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ
تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُون َ
“Mengapa
kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri
(kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah
kamu berpikir?” (QS al-Baqoroh : 44)
Dan
firman-Nya Subhanahu :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.” (QS ash-Shaff : 2-3)
Apabila
seorang da’i adalah orang yang shalih (lurus) dan mustaqim (jujur) terhadap
dirinya sendiri, maka manusia akan bersegera menerima ucapannya dan mendengar
perkataannya, serta ia akan menjadi orang yang berpengaruh terhadap masyarakat.
Keempat
: Mendahulukan yang prioritas
Sesuatu
yang pertama kali diserukan oleh para rasul ‘alaihim ash-Sholatu was Salam
adalah dakwah kepada aqidah shahihah, karena aqidah shahihah merupakan pondasi.
Alloh Ta’ala berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan
kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka
sembahlah olehmu sekalian akan aku".” (QS al-Anbiya’ : 25)
Apabila
aqidah telah lurus, mereka menyeru kepada perkara-perkara agama lainnya, baik
berupa perkara-perkara yang fardhu (wajib), nafilah (sunnah), adab dan
selainnya. Untuk itu wajib bagi setiap da’i supaya mendahulukan yang prioritas
di dalam dakwahnya, dan yang demikian ini merupakan sebab-sebab diperolehkan
kesukesan di dalam dakwah.
Kelima
: Sabar
Sabar
merupakan penopang yang paling kuat bagi seorang da’i yang sukses. Seorang da’i
itu membutuhkan kesabaran sebelum, ketika dan setelah berdakwah. Dengan inilah
Alloh memerintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, Ia berfirman :
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُوْلُوا الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
“Bersabarlah
kamu sebagaimana bersabarnya ulul azmi dari para rasul.”
Sabar
di dalam dakwah kedudukannya bagaikan kepala terhadap jasad. Maka tidak ada
dakwah bagi orang yang tidak memiliki kesabaran sebagaimana tidak ada jasad
bagi orang yang tidak memiliki kepala.
Seorang
da’i haruslah bisa bersabar atas dakwahnya dan terhadap apa yang ia dakwahkan,
karena dakwah ke jalan Alloh adalah jalan yang dipenuhi dengan
kesukaran-kesukaran dan kesulitan-kesulitan. Seorang da’i, ia pasti akan
menghadapi berbagai bentuk gangguan, hinaan dan cercaan, apabila ia sabar
terhadapnya, maka ia adalah seorang imam yang patut diteladani, Alloh Ta’ala
berfirman :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا
صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan
kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah kami ketika mereka sabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat
kami.” (QS as-Sajdah : 24)
Telah
ada pada kekasih kita Shallallahu ‘alaihi wa Sallam uswah hasanah (panutan yang
baik) bagi diri kita, beliau telah melangsungkan dakwahnya selama 23 tahun,
berdakwah menyeru kepada Alloh siang dan malam, secara diam-diam maupun
terang-terangan. Namun, tidak ada satupun yang dapat memalingkan beliau dari
dakwahnya dan tidak ada pula yang dapat mengehentikan upaya beliau.
Beliau
mendapatkan berbagai kesulitan dan gangguan dari kaumnya, sampai-sampai gigi
seri beliau patah dan pipi beliau terluka serta pedang telah dihunuskan pada
dada beliau, namun beliau tetap bersabar dengan kesabaran yang belum pernah
nabi sebelum beliau mengalaminya. Beliau senantiasa menyebarkan agama Alloh dan
menegakkan jihad terhadap musuh-musuh Alloh, bersabar atas segala gangguan yang
menimpa beliau, sehingga Alloh kokohkan kedudukan beliau di bumi dan Alloh
menangkan agama beliau dari semua agama serta Alloh menangkan umat beliau dari
seluruh ummat.
Keenam
: Berakhlak yang baik
Diantara
bentuk akhlak yang baik adalah penuh kasih sayang, kelemahlembutan, keramahan,
wajah yang berseri-seri, tawadhu’ (rendah diri) dan tutur kata yang halus.
Alloh Azza wa Jalla telah menyanjung panutan para du’at Shallallahu ‘alaihi wa
Salam dalam firman-Nya :
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Sungguh
pada dirimu terdapat perangai yang agung.”
Dan
kita memiliki tauladan yang baik pada diri beliau Shallallahu ’alaihi wa Salam.
Betapa banyak orang yang masuk islam disebabkan oleh kelemahlembutan, kemuliaan
dan sifat pengasih beliau padahal dahulunya mereka adalah orang yang berada di
atas kejahiliyahan, lalu menjadi sahabat mulia yang berperangai baik.
Siapa
saja dari para du’at yang tidak berperangai dengan akhlak yang baik, maka ia akan
menyebabkan manusia lari darinya dan dari dakwahnya. Karena tabiat manusia itu,
mereka tidak mau menerima dari orang yang suka mencela dan menunjukkan
pendiskreditan terhadap mereka, walaupun yang diucapkan orang itu adalah benar
tanpa ada kebimbangan sedikitpun. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada
Nabi-Nya yang mulia :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا
غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ
”Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu.” (QS Ali ’Imran : 159)
Ketujuh
: Hikmah
Hendaklah
dakwah ke jalan Alloh itu dilakukan dengan hikmah dan cara yang baik serta
penuh kelemahlembutan ketika menerangkan kebenaran, sebagaimana firman Alloh
Ta’ala :
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ
”Serulah
ke jalan tuhanmu dengan cara yang hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS an-Nahl
: 125)
Apabila
dakwah ke jalan Alloh dilakukan dengan sikap kasar dan bengis, maka akan lebih
banyak memadharatkan ketimbang memberikan manfaat.
Kedelapan
: Penuh Perhatian
Wajib
bagi seorang da’i memiliki pengetahuan terhadap realita di negeri yang ia
berdakwah di dalamnya dan mengetahui kondisi manusia yang ia dakwahi. Untuk
itulah ia haruslah mengerti akan permasalahan-permasalahan yang terjadi dan
problematika-problematika yang tersebar di masyarakat, sehingga ia menjadi
orang yang memiliki pengetahuan yang mantap dan ia dapat memilih cara dakwah
yang tepat bagi orang yang didakwahinya dan mengetahui tema-tema pembahasan
yang penting bagi mereka.
Kesembilan
: Tenang (tidak terburu-buru) dan tatsabbut (verifikasi)
Termasuk
ciri utama yang membedakan seorang da’i yang berdakwah ke jalan Alloh Azza wa
Jalla adalah, bersikap ta`anni (tenang/tidak terburu-buru) dan tatsabbut
(verifikasi/cek dan ricek) terhadap segala perkara yang terjadi dan semua
berita yang ada. Maka janganlah dia bersikap tergesa-gesa sehingga menghukumi
manusia dengan apa yang tidak ada pada mereka, yang dapat menyebabkan dia
menyesal dan bersedih hati diakibatkan sikap ketergesa-gesaannya. Untuk itulah
Alloh Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ
فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا
فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
”Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.” (QS al-Hujuraat : 6)
Kesepuluh
: Tidak Berputus Asa
Sebagian
du’at, apabila orang yang didakwahi tidak menerima dakwah mereka, hal ini
menyebabkannya menjadi putus asa dan putus harapan sehingga ia meninggalkan
dakwah. Padahal merupakan kewajiban bagi seorang da’i untuk mengetahui bahwa
kewajiban atasnya hanyalah menegakkan hujjah dan melepaskan tanggungan (kepada
Alloh), sebagaimana yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebutkan berkenaan dengan
suatu kaum yang mengingkari perbuatan ashabus sabt (yaitu Bani Israil, pent.)
yang buruk, Alloh berfirman tentang mereka yang menyatakan :
لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ
عَذَابًا شَدِيدًا قَالُواْ مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
”Mengapa
kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka
dengan azab yang amat keras? mereka menjawab: Agar kami mempunyai alasan (pelepas
tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa.” (QS al-A’raaf :
164)
أسأل الله العلي القدير أن يوفقنا لما فيه رضاه، وأن يهدينا صراطه
المستقيم، وأن يجعلنا من العاملين بشرعه، الداعين إلى دينه على بصيرة، إنه سميع
مجيب
Saya
memohon kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Berkuasa agar senantiasa
memberikan taufiq-Nya kepada kita terhadap segala hal yang diridhai-Nya dan
menunjuki kita kepada jalan-Nya yang lurus serta menjadikan kita termasuk
orang-orang yang mengamalkan syariat-Nya dan orang-orang yang berdakwah menyeru
kepada agama-Nya di atas bashiroh, sesungguhnya Ia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Mengijabahi.