Ibnu Baththah
menerangkan sebab bersatunya kalimat salaf : “Terus-menerus generasi pertama
umat ini diatas (jalan) ini semua, (yakni) di atas persatuan hati dan kecocokan
madzhab. Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai penjaga mereka, sunnahnya Rasulullah
sebagai imam mereka. Mereka tidak menggunakan pendapat-pendapat mereka dan tidak
tergiur dengan hawa nafsu mereka. Maka terus-menerus manusia dalam keadaan
demikian, hati-hati mereka terjaga dengan penjagaan Tuhan mereka, dan jiwa-jiwa
mereka tertahan dari hawa nafsu dengan pertolongan Tuhannya.” (lihat Kitab
Al-Ibanah 1/237).
Ketahuilah,
semoga Allah merahmati kita, bahwanya jalan yang menjamin bagi kita untuk
mendapatkan kenikmatan Islam itu hanya satu dan tidak banyak, karena Allah
menetapkan kebahagian hanya bagi satu golongan saja. Allah Ta’ala berfirman :
“Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah
itulah golongan yang beruntung.” (QS. Al- Mujadilah 22).
Dan Allah juga
menetapkan kemenangan itu hanya bagi satu golongan, Allah menyatakan : “Dan
barang siapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai
walinya, maka sesungguhnya golongan Allah itulah yang pasti menang.” (QS.
Al-Maidah 56).
Dan kapanpun kita
cari dalam Al-Qur’an serta dalam Al-Hadits, tidak akan kita jumpai memecah belah
umat kepada jama’ah-jama’ah dan kelompok-kelompok kecuali pasti di cela (oleh
Al-Qur’an dan Al-Hadits tersebut,ed.).
Allah Ta’ala
berfirman : “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah,
yaitu orang-orang yang memecah–belah agama mereka, dan mereka menjadi beberapa
golongan, tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka.” (QS. Ar-Ruum 31-32).
Dan bagaimana
Allah Azza Wa Jalla akan meridhoi umat-Nya untuk berpecah belah setelah Allah
menjaganya dangan tali-Nya, dan Allah juga yang melepaskan nabi-Nya dari hal
tersebut, dan mengingatkannya (dari bahaya perpecahan tersebut, ed.). Allah
Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan
mereka berkelompok- kelompok, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap
mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah pada Allah, kemudian Allah akan
memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. “(QS. Al-An’am :
159).
Muawwiyah bin Abi
Sufyan berkata : Bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdiri di
antara kami lalu menyatakan : “Sesungguhnya ahlul kitab sebelum kalian berpecah
(menjadi) dua belas millah (golongan), dan umat ini akan berpecah (menjadi) tiga
belas, dua belas di neraka dan satu di surga, yaitu Al-Jama’ah.” (HR. Ahmad, Abu
Dawud).
Berkata Al-‘Amir
Ash-Shan’ani rahmatullah : “Penyebutan jumlah pada hadits ini bukanlah untuk
menerangkan tentang banyaknya orang-orang yang binasa, hanya saja hal itu
menerangkan tentang luasnya jalan-jalan kesesatan dan cabang-cabangnya, serta
(menerangkan bahwa) jalan kebenaran itu hanya ada satu. Dan serupa dengan itu
adalah apa yang di sebutkan oleh para ulama tafsir dalam firman Allah : “Dan
janganlah kalian mengikuti jalan-jalan(yang lain), karena jalan-jalan itu
menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am: 153).
Dan bahwasanya
(Allah) menjamak (menggunakan lafadz As-Subul sebagai bentuk jamak / jumlah
bilangan yang banyak, ed.) terhadap jalan –jalan yang di larang untuk
mengikutinya, faedahnya adalah untuk menerangkan bercabangnya jalan-jalan
kesesatan, banyak dan luasnya. Sedangkan Allah menunggalkan (menggunakan lafadz
tunggal, ed.) terhadap jalan petunjuk dan kebenaran untuk (menerangkan) bahwa
jalan kebenaran itu hanya satu dan tidak berbilang ( yakni tidak banyak dan
bercabang-cabang jumlahnya, ed.).”
Ibnu Mas’ud
radhiyallahu anhu berkata : “Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
menggariskan satu garis (di atas tanah) pada kami lalu kami menyatakan : “Ini
adalah jalan Allah “, kemudian beliau menggariskan beberapa garis di sebelah
kanan dan kirinya, lalu menyatakan : “Ini adalah jalan-jalan ( As-Subul,
maknanya beberapa jalan yang banyak, ed.) dan di atas setiap jalan ini ada setan
yang mengajak kepadanya”. Lalu beliau membaca (Firman Allah) : “Dan ini adalah
jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti
jalan-jalan (yang lain), Karena jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya.”
(QS. Al-An’am : 153).
Hadits dia atas
menunjukkan dengan tegas bahwa jalan kebenaran itu hanya satu. Al-Iman Ibnu
Qayyim berkata : “…….Karena jalan yang menyampaikan kepada Allah itu hanya satu,
apa-apa yang diutus dengannya para Rasul-Nya, serta di turunkan dengannya
kitab-kitab-Nya, tidak seorangpun yang sampai kepada Allah kecuali dengan satu
jalan ini, Seandainya manusia itu mendatangi setiap jalan dan minta di bukakan
pada setiap pintu, maka jalan-jalan mereka di halangi, serta pintu-pintu itu
tertutup, kecuali dari satu jalan ini, maka sesungguhnya jalan itulah yang
menyampaikan kepada Allah”.
Dari ucapan Ibnu
Qayyim di atas jelas bagi kita bahwa yang di maksud dengan jalan itu adalah
rukun kedua dari rukun-rukun tauhid setelah syaadat Laa Ilaaha illallah yaitu
syahadat wa asyahadu anna Muhammad rasulullah, dan hal itu juga termasuk rukun
kedua dari syarat-syarat di terimanya amalan, karena amalan itu tidak akan di
terima kecuali dengan dua syarat, yaitu ikhlas dan mengikuti contoh dari
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam.
Setelah jelas
bagi kita bahwa jalan kebenaran itu hanya satu, maka tidak boleh bagi kita untuk
menyatakan atau beranggapan bahwa jalan menuju Allah itu banyak sekali sejumlah
nafas-nafas manusia, atau pertanyaan-pertanyaan yang lain yang sudah diketahui
secara jelas dalam agama ini bahwasanya hal tersebut adalah salah. Dan agama ini
datang untuk mempersatukan pemeluknya (dalam satu ikatan) dan tidak untuk
memecahbelah. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala menyatakan : “Dan berpegang teguhlah
kalian semua dengan tali Allah, dan janganlah kalian berpecahbelah, serta
ingatlah atas ni’mat Allah kepada kalian, ketika kalian (dahulu) bermusuhan,
lalu Allah persatukan hati-hati kalian, menjadilah kalian dengan ni’mat Allah
tersebut bersaudara.” (QS. Ali-Imran : 103).
Dan yang di
maksud dengan hablullah (tali Allah) adalah Kitabullah (Al-Qur’an), sebagaimana
dinyatakan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu : “Sesungguhnya jalan ini
di hadiri oleh para setan yang menyeru : “Wahai hamba Allah, ayo kesini ! Ini
adalah jalan (yang lurus)”, untuk menghalangi mereka dari jalan Allah. Maka
berpegang teguhlah dengan tali Allah, karena sesungguhnya tali Allah itu adalah
Kitabullah”.
Dari atsar diatas
dapat kita anbil dua faedah :
Pertama : Bahwa
jalan (yang lurus) itu hanya satu, dan setan berupaya untuk memecah belah
manusia di sekitar jalan tersebut. Maka tidak ada cara yang paling baik untuk
memecah belah manusia dengan ajaran bahwa jalan kebenaran itu banyak. Maka
barang siapa yang melempar keragu-raguan kepada manusia dengan pertanyaan bahwa
kebenaran itu tidak terbatas pada satu jalan saja, maka dia adalah setan. Dan
Allah menyatakan : “Maka tidak ada setelah kebenaran itu kecuali adalah
kesesatan.” (QS. Yunus : 32).
Kedua : Bahwa
tali Allah yang di tafsirkan dengan Kitabullah yang wajib atas kaum muslimin
untuk berpegang teguh dengannya dan bersatu di atasnya tidak bertentangan dengan
ucapan Ibnu Mas’ud : “Shirothol mustaqim adalah apa yang Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam meninggalkan kami di atasnya. “(Atsar riwayat Imam
At-Thabrani).
Hal tersebut di
karenakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam meninggalkan bagi mereka Al-
Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah, sebagaimana yang beliau nyatakan : “Aku
tinggalkan pada kalian apa-apa yang jika kalian berpegang teguh dengannya
niscaya kalian tidak akan sesat setelahku selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan
sunnahku.” (HR. Imam Malik dalam Al- Muwatho’).
Dan sunnahnya
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam itu juga termasuk wahyu, dan juga
sebagai tafsir dari Al-Qur’an, bahwa sebaik-baiknya makhluk dan menafsirkan
Al-Qur’an adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyatakan : “Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikir untuk menjelaskan
kepada manusia apa-apa yang Kami turunkan kepada mereka.” (QS. An-Najm :
3-4).
Rasulullah
Shallallahu aliahi wa sallam menyatakan : “Ketahuilah, sesungguhnya diturunkan
kepadaku Al-Qur’an dan yang semisalnya bersama Al-Qur’an itu. “ (Shahihul
Musnad).
Hasan bin
Athiyyah menyatakan : “Sesungguhnya Jibril menurunkan sunnah kepada Muhammad
Shollalahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dia menurunkan
Al-Qur’an.”
Oleh karena Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan umatnya jika terjadi perpecahan untuk
berpegang dalam sunnah beliau Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyatakan
: “Sesungguhnya barang siapa diantara kalian yang hidup sesudahku, niscaya akan
melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian (untuk berpegang teguh)
dengan sunnahku dan sunnahnya khulafaur rasyidin al-mahdiyyin. Berpegang
teguhlah kalian dengannya, dan gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham. Dan
berhati-hatilah kalian dengan perkara-perkara yang diada-adakan adalah bi’dah.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Ibnu Baththah
menerangkan sebab bersatunya kalimat salaf : “Terus-menerus generasi pertama
umat ini diatas (jalan) ini semua, (yakni) di atas persatuan hati dan kecocokan
madzhab. Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai penjaga mereka, sunnahnya Rasulullah
sebagai imam mereka. Mereka tidak menggunakan pendapat-pendapat mereka dan tidak
tergiur dengan hawa nafsu mereka. Maka terus-menerus manusia dalam keadaan
demikian, hati-hati mereka terjaga dengan penjagaan Tuhan mereka, dan jiwa-jiwa
mereka tertahan dari hawa nafsu dengan pertolongan Tuhannya.” (lihat Kitab
Al-Ibanah 1/237).
Wallahu a’lam
bish shawab